Memang ada akses jalan lain yang sudah dibuka pemerintah daerah setempat, namun jalan itu hanya sebatas sirtu yang bertanah. Jalan sirtu itu pun sebagian badannya telah tertutup rumput liar, bahkan sangat jauh untuk menuju ke sekolah. Beda halnya jalan pintas yang lazim dilalui ini. Kendati banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi, para siswa SMPN 26 asal Dedeta ini tak pantang surut menimba ilmu di desa tetangga walau nyawa menjadi taruhannya.
“Ada juga jalan sirtu di bagian atas kampung yang sampai ke Dedeta, tetapi jalan ini sangat jauh, dan sebagian besar badan jalan telah tertutup rumput liar,” ungkap salah satu warga desa yang tak mau mencatut namanya.

Rusly, salah satu guru yang sehari-hari mengabdikan dirinya mengajar di Madrasah Aliyah (MA)yang berlokasi di Desa Dagasuli juga mengakui hal sama. Anak didiknya yang berasal dari Dedeta juga bernasib sama. Baik pergi maupun pulang sekolah berjalan kaki melewati jalan itu. “Sekolah masuk pukul 12.00 Wit siang, jadi mereka biasanya berjalan pagi sampai disini siang, kadang telat tapi banyak juga yang tepat waktu,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rusli mengaku, kondisi ini sudah berlaku bagi siswa SMP maupun MA yang menimba ilmu di Desa Dagasuli. Saat beranjak ke sekolah maupun pulang, para siswa SMP dan Madrasah Aliyah asal Dedeta ini selalu bersamaan. Mereka sangat bersemangat menuju ke sekolah melewati banyak rintangan di jalan.
Salah satu alumni SMP Desa Dagasuli yang berasal dari Desa Dedeta kepada jurnalis Haliyora.id juga mengungkapkan kondisi serupa yang dialaminya saat masih berseragam SMP. Namanya Arifin.
Arifin mengatakan, jembatan penghubung Dedeta dan Dagasuli itu menjadi lintasan mereka saat bersekolah. “Saya dari Desa Dedeta, saya Alumni SMPN 26 Dagasuli. Kami melewati jembatan saat masih bersekolah,” kata Arifin via aplikasi Facebook.
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya