Oleh: Salim Taib
Wakil Ketua BP Sibualamo Provinsi Maluku Utara
Membaca sejumlah referensi yang berkaitan dengan Pancasila oleh para penulis memberikan garansi adanya harmoni ke-Indonesiaan, misal membaca karya Yudi Latif Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila dan Revolusi Pancasila Kembali ke Rel Perjuangan Bangsa.
Membaca As’ad Ali dalam karyanya Negara Pancasila Jalan Keselamatan Berbangsa serta Islam, Pancasila dan Kerukunan Berbangsa, membaca Syaiful Arif dalam karyanya Islam Pancasila, dan Deradikalisasi Meneguhkan Nilai Keindonesiaan, membaca Ahmad Syafii Maarif karyanya, Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara studi tentang Perdebatan dalam Konstituante, Hariyono “Idiologi Pancasila Roh Progresif Nasionalisme Indonesia, membaca karya Prof. Dr. H. Kaelan “Negara Kebangsaan Pancasila” dan masih banyak lagi karya tulis para penulis terbaik anak bangsa yang harus dibaca sebagai bentuk pengayaan agar kita tidak terjebak pada keterjebakan narasi yang belum tuntas antara relasi agama dan Negara termasuk di dalamnya ideologi pancasila.
Indonesia adalah negara yang multi etnik, beragam agama, banyaknya bahasa, adat istiadat dan dikelilingi 18.000 pulau lebih, Nusantara terdiri dari pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke harus disyukuri sebagai anugerah Tuhan dengan tetap menjaga dan merawatnya, mengapa? mengutip ungkapan Muhammad Syaltut karena Indonesia adalah sepenggal surga yang dicampakkan Tuhan ke bumi. Dengan banyaknya ragam mendiami bumi Indonesia dalam perspektif sosiologi akan dengan sangat mudah menjadi Negara yang terbelah, konflik dengan gampang membara, eskalasinya akan terus meningkat, tapi semua itu tidak pernah terjadi karena adanya kesadaran kolektif di setiap anak bangsa tentang titik temu perekat keragaman dalam Nadi Ideologi Pancasila.
Pancasila menjadi melting pot perekat kehidupan yang majemuk, suatu keseriusan membanting tulang, memeras pikiran, berpikir keras, mewakafkan fisik dan tenaga dilumuri dengan keringat oleh para pendiri bangsa dalam sidang BPUPKI, bagaimana meletakkan Indonesia Merdeka yang menjadi milik semua dan semua untuk semua, bukan kepemilikan tunggal, dan bukan kepemilikan mayoritas umat Islam Indonesia itulah esensi Sabda Soekarno pada 1 Juni 1945 di sidang badan penyelidik usaha persiapan kemerdekaan Indonesia dengan mengurai isi dari melting pot Pancasila dan semua terkesima menerima tanpa ada penolakan.