TERNATE — Haliyora, Malam baru saja menanjak. Hujan gerimis belum lama usai. Jalanan yang sedikit basah di bilangan Kotabaru itu mulai ramai oleh kendaraan yang lalu lalang pada Sabtu (2/11) malam itu. Tiga orang wanita sedang mengobrol di pinggirnya, tepat di depan sebuah penginapan. Dua berdiri, yang satunya duduk di sadel sepeda motor. Sesekali ada tawa cekikikan terdengar di sela obrolan mereka.
Tak lama berselang, seorang lelaki bersepeda motor melintas dengan pelan. Obrolan tiga wanita itu seketika terhenti. Ketiganya memandangi, lebih tepatnya mengamati sepeda motor yang melewati mereka. Si lelaki kemudian menghentikan motornya. Parkir tak jauh dari tiga wanita itu.
Secepat kilat, satu dari tiga wanita tadi kemudian menghampirinya. Terdengar basa-basi menanyakan tujuan. Selanjutnya hening. Rupanya, obrolan dilanjutkan dengan suara pelan. Setengah berbisik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak berlangsung lama, wanita itu berbalik. Berjalan melewati dua temannya tadi, yang dengan santai melanjutkan obrolan mereka. Lelaki itu menyusul di belakangnya. Mengikutinya masuk ke dalam penginapan. Kata sepakat telah dicapai. Deal!
Kejadian seperti itu sudah berlangsung lama. Hampir setiap malam. Lokasinya berada di sudut Kelurahan Kotabaru, berdekatan dengan bangunan kantor sebuah BUMN. Tak banyak masyarakat Ternate yang tahu. Namun, tak sedikit juga yang memperhatikannya. Bahkan, bisa jadi, pernah menjajalnya.
Menurut Rizal Yusuf, ketua RT 01 Kotabaru, yang wilayahnya berbatasan dengan lokasi itu, warga sudah lama resah akan praktik prostitusi di area tersebut. Ia, bersama warga dan pemuda kampung, sudah beberapa kali mengambil tindakan sendiri terhadap wanita-wanita nakal itu.
“Kami, para pemuda bersama kaum ibu, atas prakarsa sendiri, sudah sering melakukan razia. Membubarkan dan mengejar mereka. Kadang, kami malah terpaksa main hakim sendiri jika mereka, bersama lelakinya, melakukan perlawanan,” ujar Rizal pada awak haliyora.com, Minggu (3/11) di kediamannya.
Menurutnya, tindakan razia dan main hakim sendiri itu terpaksa diambil, karena wanita-wanita tersebut tidak mengindahkan teguran yang sebelumnya telah disampaikan. Malah semakin ramai dan tidak terkontrol.
“Kami sudah sering memberikan teguran secara baik-baik. Meminta mereka untuk membubarkan diri dan tidak lagi nongkrong di wilayah kami. Namun, mereka tak pernah jera dan malah seperti baterek. Malam ini ditegur, mereka bubar. Besok malamnya, muncul lagi. Lebih banyak,” katanya.
Ia menambahkan bahwa dirinya beserta beberapa pemuda Kotabaru telah melakukan penyelidikan terkait awal mula berlangsungnya praktik tersebut. Hasilnya, didapat informasi bahwa para penjaja seks tersebut beroperasi di dua lokasi. Kotabaru merupakan lokasi kedua yang berjalan belakangan.
Yang pertama adalah di sepanjang jalan Pahlawan Revolusi. Persisnya, di area yang kini dijadikan taman oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate, yaitu taman Pantai Falajawa. Praktik prostitusi di lokasi itu bahkan sudah berlangsung belasan tahun.
Kadang terselubung. Berbaur dan menyaru sebagai warga kota yang duduk di area tersebut, menikmati suasana malam di tepi laut. Seringkali pula secara terang-terangan, saat malam bertambah larut. Berdiri di tepi jalan sambil mengobrol dan sesekali menegur pengendara yang melintas.
Sudah menjadi rahasia umum, lokasi tersebut adalah tempat mangkal wanita penjaja seks di kota Ternate. Area, yang oleh sebagian besar warga disebut swering, itu adalah tempat transaksi prostitusi. Tawar-menawar harga. Jika cocok, transaksi kemudian dilanjutkan ke beberapa penginapan murah yang tersebar di sepanjang lokasi itu. Penginapannya murah, harga layanan seksnya pun demikian murah meriah.
Seiring waktu, jumlah mereka kian bertambah. Area kerja pun jadi semakin melebar, ke arah utara dan selatan dari taman tersebut.
“Mungkin karena jumlahnya yang makin banyak dan tingkat persaingan menggaet pelanggan pun jadi lebih tinggi, membuat sebagian mereka menggeser tempat praktiknya, masuk ke wilayah kami,” jelas Rizal.
Ternyata, lokasi di pinggiran Kotabaru itu cocok dengan selera mereka. Wanita-wanita nakal tersebut seperti menemukan surga barunya. Ada penginapan dengan harga sangat murah di jalan yang strategis sebagai salah satu pintu masuk ke arah pusat kota. Klop.
Terkait harga transaksi yang murah meriah, haliyora.com mengalaminya langsung. Saat berbincang dengan mereka di depan penginapan, salah seorang wanita nakal itu menawarkan layanannya.
“Mari suda. Murah, tara mahal-mahal. Duaratus ribu saja kong. Itu bolong termasuk penginapan. Paling tamba saratus,” ajaknya sambil tersenyum genit.
Murah memang. Hanya tigaratus ribu rupiah. Short time. Sudah dapat pelayanan lengkap. Tak heran, banyak lelaki hidung belang yang singgah atau sekedar melewati jalan itu. Sekalian memantau. Jika sesuai selera dan pas dengan isi kantong, transaksi pun terjadi.
Banyak dari lelaki tersebut berstatus pria yang sudah beristri. Akibatnya, tak jarang terjadi keributan di area itu. Penyebabnya, si istri mengikuti suaminya yang sudah dicurigai. Saat kedapatan hendak melakukan transaksi, sang istri pun melabrak suaminya dengan membabi buta. Terkadang, si wanita nakal pasangan sang suami pun ikut kena imbasnya. Dilabrak sekalian. Perkelahian pun terjadi. Ramai dan meriah. Jadi tontonan warga dan orang-orang yang melintas.
“Itu juga jadi salah satu alasan kami untuk melakukan razia dan mengambil tindakan. Karena perkelahian tersebut memancing keributan hingga menimbulkan situasi tidak nyaman bagi warga sekitar,” lanjut Rizal.
Olehnya itu, ia berharap agar praktik prostitusi yang cenderung terang-terangan ini mendapat perhatian lebih dari Pemkot Ternate. Bagi Rizal, jika diibaratkan seperti penyakit, situasi yang terjadi di Kotabaru maupun di taman Pantai Falajawa ini sudah kronis.
“Ini penyakit masyarakat. Sudah parah. Jangan hanya prostitusi online di hotel-hotel mahal saja yang diseriusi. Ada juga yang murah meriah dan berlangsung di tengah pemukiman warga. Jika tidak ditangani oleh pemerintah dan aparat terkait, dikhawatirkan hal ini akan memberi pengaruh negatif bagi kenyamanan masyarakat pada umumnya dan generasi muda Ternate pada khususnya,” pungkas Rizal. (ata/al)