Oleh : Indra Abidin
Sekretaris Bidang Pembinaan Mahasiswa DPD KNPI Provinsi Maluku Utara
Kebebasan pers menjadi alas dalam melahirkan kemajuan bangsa. Namun, kebebasan yang berarti ‘tidak terganggu,’ dalam kaitannya dengan kerja jurnalistik seolah sedang berjalan sendiri, seperti temuan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) sepanjang Mei 2020 hingga Mei 2021.
Jumlahnya 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis, (dalam Catatan AJI Atas Kebebasan Pers di Indonesia 3 Mei 2020 – 3 Mei 2021). Belum lagi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap jurnalis. Data tersebut mesti dimaknai sebagai titik tolak pengembangan pengetahuan masyarakat. Ujungnya, apapun yang bertumpu pada kerja jurnalistik akan melahirkan kemajuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih jauh tentang pengembangan di setiap lini kehidupan. Di dalamnya berisi ide-ide yang tersusun kemudian menjadi konsep dalam peningkatan kualitas hidup, sebagaimana arti pembangunan bangsa. Selain itu, melahirkan langkah mencerdaskan terhadap perkembangan zaman.
Sari pati dari mencerdaskan kehidupan ini, erat kaitannya dengan kebebasan yang dimiliki pers. Di tengah masyarakat, peran pers dan media mendukung fungsi kontrol dan interaksi pembelajar. Oleh karena itu, temuan AJI menjadi catatan bahwa kebebasan pers sedang tercemar dengan polusi, seperti kekerasan, intimidasi dan teror memerlukan perhatian, dukungan atau penyangga.
Bila kebebasan pers belum dimiliki sepenuhnya, maka posisi media sebagai sarana informasi publik memiliki batas tertentu.
Peran pers dan media kembali di masa lalu, dalam penjelasan Abdul Sahar Yasin (2014:8) pada mulanya jurnalistik hanya mengolah hal-hal yang sifatnya informasi saja. Ini terbukti pada Akta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi kuno ketika Kaisar Julius Caesar berkuasa.
Jalannya Proses Politik
Di jalur politik, kebebasan pers bersifat “mendesak” karena penyajian berita, informasi yang akurat berdasarkan fakta. Hasilnya tidak sebatas melaporkan peristiwa-terdapat pembahasan tentang isu-isu terbaru sampai kebijakan publik. Artinya, semakin panjang atau lebar pagar pembatas atas kebebasan pers, semakin sempit ruang untuk masyarakat berkembang sampai langkah mencerdaskan kehidupan dan kebijakan publik. Selain itu, keterkaitannya dengan kebebasan politik.
Adanya kebebasan politik, melahirkan partisipasi dalam proses politik dibarengi dengan literasi politik, yang akan membangun kesadaran masyarakat ke partisipasi pembangunan. Sama seperti kebebasan pers, yang berisi evaluasi terhadap jalannya proses politik. Kebebasan ekonomi, hukum sampai kebebasan akademik dan intelektual.
Sedangkan bangsa yang maju karena terdorong dengan tumbuh kembangnya literasi. Tentu saja melahirkan ruang untuk berkembang pada semua lini kehidupan, bermula pada kebebasan berpikir sampai melahirkan ruang diskusi yang inklusif, bersifat terbuka untuk umum. Ruang terbuka untuk berkembang, membangun budaya berbagi gagasan ke tahapan selanjutnya, yakni menanamkan kesadaran atas hak dan tanggung jawab tiap warga negara dalam proses mencerdaskan kehidupan melalui jalur politik. Baik kebebasan pers maupun politik adalah tentang kemajuan bersama.
Penyangga Kebebasan Pers
Di Indonesia, sejumlah langkah sebagai penyangga telah dilakukan dengan adanya undang-undang (UU). UU 40/1999 tentang Pers (selanjutnya disebut UU Pers). Warga dunia pun melakukan hal yang sama, sebagaimana tercermin dari peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, setiap 3 Mei.
Peringatan dan sejumlah regulasi perlu didukung dengan memberikan rasa aman atau keselamatan dalam setiap kerja jurnalistik dengan memperhatikan temuan AJI. Sifatnya sangat penting karena perayaannya menekankan pada masa depan jurnalisme.
Penyangga kebebasan pers tertuang dalam UU Pers, Pasal 17 Ayat (1) ‘Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan’. Penyangga atau dukungan dari masyarakat akan melahirkan kebebasan ekonomi, hukum sampai kebebasan akademik dan intelektual.
Kebebasan yang diperoleh dari kerja jurnalistik akan mendorong masyarakat untuk berkembang dan proses meningkatkan budaya literasi. Oleh keran itu, dukungan dan kerjasama menjadi sangat penting dalam membangun budaya literasi dan berkembang melalui media.
Budaya tersebut membentuk tujuan lebih khusus, yakni keberlangsungan media. Di dalamnya mengisi kehidupan dengan pendidikan, hiburan, dan memaksimalkan kontol sosial. Lebih dari itu, mengemas pemberitaan berbentuk pengetahuan dan proses meningkatkan kualitas hidup ke pembangunan bangsa. ***
Editor : A. Achmad Yono