Oleh : Arfius Nurdin, S.H,
Praktisi Hukum & Alumni Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas UGM
Pemerintah Kota Ternate akhir-akhir ini bukan hanya diperhadapkan dengan masalah sampah dan air bersih, namun juga diperhadapkan dengan masalah banjir yang terus meluas di wilayah perkotaan.
Ketika hujan turun luapan air deras mengalir dari areal ketinggian menuju areal daratan terendah, tidak lagi melewati jalur selokan dan berangka (kali mati) yang selama ini dilewati. Sehingga ketika hujan turun mengguyur wilayah Kota Ternate tidak begitu lama selama sejam saja terjadi banjir yang bukan hanya merusak selokan, namun juga jalan raya, bangunan pemukiman warga hingga merenggut korban jiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Masih teringat dalam ingatan kita pada tahun 2024 lalu, dimana banjir bandang menerjang Kelurahan Rua di Kecamatan Ternate. Peristiwa yang terjadi pada Minggu, 25 Agustus 2024 lalu itu merenggut 9 nyawa manusia dan merusak ratusan rumah warga. Tragedi ini menjadi sejarah kelam bencana di Maluku Utara dan Nasional.
Bencana yang hampir serupa juga terjadi pada malam takbiran Idul Fitri Tanggal, 31 Maret 2025. Saat itu, hujan deras mengguyur Kota Ternate pada malam hari yang menyebabkan banjir melanda pemukiman penduduk di Kecamatan Ternate Selatan seperti Kelurahan Rua, Jambula, Kastela, Sasa, dan Gambesi. Hingga saat ini warga dan pemerintah kota setempat masih bahu-bahu membahu menanggulangi dampak dari bencana ini.
Bencana alam yang melanda Kota Ternate saat ini tentu sudah menjadi warning bagi pemerintah kota untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap setiap kegiatan Pembongkaran Lahan Hutan Produksi yang semakin menjamur di wilayah Kota Ternate. Dimana areal hutan produksi diubah sebagai daerah pemukiman dengan cara diperjualbelikan per kapling di zona tertentu yang letaknya di daerah ketinggian.
Fakta bahwa lahan yang dulunya adalah hutan produksi disulap menjadi pemukiman diberitakan sejumlah media massa di Maluku Utara pada Februari dan Maret 2025 lalu.
Dua tajuk yang menjadi headline media massa adalah Pemkot Ternate Hentikan Pembukaan Lahan Hutan Konversi untuk Pemukiman di Kelurahan Ngade, dan Bulan Maret di Kelurahan Sasa yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Ternate.
Ironisnya, pasca bencana banjir di penghujung bulan Maret 2025, Sekretaris Kota Ternate Rizal Marsaoly mengukapkan bahwa Pemerintah Kota Ternate akan membatasi pembukaan lahan baru untuk pemukiman. Hal tersebut tentunya menjadi Pekerjaan Rumah Pemerintah Kota Ternate dalam hal ini OPD terkait yang sangat bersentuhan langsung yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate. Dimana sesuai tugas dan fungsi DLH adalah mengawasi setiap Kegiatan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan yang berdampak terhadap lingkungan, sementara fungsi mengawasi penataan ruang dan izin menbangun atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah ansih fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Dua instansi ini selama ini dianggap selama sangat lemah dalam menjalankan fungsi pengawasan Khusus Kegiatan Pembongkaran dan/atau penyiapan Lahan baru untuk kemudian di komersial atau diperjualkan dengan cara dijual per kapling.
Mestinya, kegiatan seperti ini sebelum dilaksanakan wajib memiliki perizinan terlebih dahulu karena adanya kegiatan lahan di rubah untuk keuntungan hal ini sangat jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang diatur dalam Pasal 4 untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha.
Pelaku usaha wajib memenuhi : a. persyaratan dasar Perizinan Berusaha; dan/atau b. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Pasal 5 (1) Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing diatur dalam peraturan perundang undangan di bidang tata ruang, lingkungan hidup, dan bangunan gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 4 yaitu Setiap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak terhadap Lingkungan Hidup wajib memiliki: a. Amdal; b. UKL-UPL; atau c. SPPL. Ketiga dokumen tersebut berfungsi untuk menilai dan mengelola dampak lingkungan dari suatu kegiatan yang direncanakan.
Dari instrumen peraturan perundangan-undangan inilah sangat jelas DLH Kota Ternate berhak dan wajib melakukan penghentian setiap Kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan tidak memiliki Perizinan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung merupakan tanggung Jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Ternate dalam melakukan Pengawasan Peruntukan Lahan apakah yang di direncanakan sudah sesuai dengan Pemanfaatan Penataan Ruang atau tidak yang telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Ternate Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate Tahun 2012 – 2032, apabila Kegiatan tersebut tidak memiliki Izin Penataan Ruang dan/atau tidak ada Rekomendasi Penataan Ruang sesuai Peraturan Perundangan-undangan maka Kegiatan tersebut wajib segera dihentikan.
Secara aturan sangatlah jelas, tetapi yang terjadi selama ini DLH dan Dinas PUPR terkesan sangat lambat menanggapi masalah yang sangat kritis itu. Bukti yang paling nyata adalah pembongkaran lahan baru ditindaki setelah terjadi Bencana.
Hal ini tentunya menjadi catatan penting bagi Walikota dan Wakil Walikota Ternate, Tauhid Soleman dan Nasri Abu Bakar melalui Sekretaris Kota Ternate Rizal Marsaoly yang sangat tepat sikap tegas menyikapi terhadap persoalan ini.
Sungguh disayangkan apabila ini tidak ditindaklanjuti oleh dinas terkait maka disarankan agar Walikota Ternate, M. Tauhid Soleman melakukan evaluasi terhadap pimpinan OPD dua instansi tersebut, karena dianggap sangat bertanggung jawab terhadap Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang, Pembangunan di Wilayah Kota Ternate.
Untuk itu kita tunggu dan tetap menunggu langkah cepat dan komitmen dari Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas PUPR dalam melakukan penertiban Pembukaan lahan baru di wilayah Kota Ternate. ***
Editor : A. Achmad Yono