Pukul 06.00 Wit, Selasa 15 April 2025, aku memacu sepeda motorku bergegas ke pelabuhan kapal Ferry Bastiong, Ternate, dengan membawa tiga pucuk surat tugas peliputan ke Provinsi Maluku Utara. Tiga lembaga jadi tujuan, DPRD, Dinas PUPR, dan Dinas Perkim.
Masuk lewat gerbang yang belum dijaga, aku melanjutkan ikut mengantri di loket tiket yang sedikit merepotkan. Sekitar 20 menit lebih tiket sudah dibeli, lalu kupacu kembali sepeda motor untuk naik ke kapal Ferry, lanjut parkir di samping kiri dan beranjak naik di dek satu menuju tempat duduk paling belakang.
Banyak pegawai Pemprov Maluku Utara yang duduk di deretan kursi belakang bersamaku. Agar memendam masuk angin, maklum pagi-pagi buta harus bergegas ke pelabuhan kapal Ferry, aku memesan secangkir kopi hitam tanpa gula. Tak butuh waktu lama segelas kopi mendarat di atas meja. “Sruuuut” bunyi suara saat bibirku menyeruput kopi pahit buatan awak kapal.
Sambil memandang langit cerah seiring terbitnya mentari, telingaku menangkap nada sumbang yang memekik gendang telinga dan memaksa aku larut dalam minor dawai alunan suara itu.
Suara-suara itu datang dari deretan bangku sebelahku. Ya.. Mereka adalah ASN Pemprov yang aku ceritakan tadi. Mereka meluapkan kekecewaan kepada ibu gubernur gue yang cantik itu. Sambil mendengar percakapan mereka, kunyalakan sebatang rokok. “Huuufff”, asap putih mengepul di udara menambah karbondioksida, sambil ku pandangi dalam-dalam orang-orang yang merayakan kemalangan di hari ini. “Buat apa coba? Tempatnya bukan di sini, ya ampun”.
Salah satu pegawai di depan kanan berbicara sambil menatap ke arahku, suara mesin yang bising berhasil ditutupi dengan prestasi suaranya yang keras, dengan kata-kata yang tajam, ”Kerja gubernur hanya tebar ancaman, masalahnya kita yang bekerja butuh duit,” lantangnya sambil mengutip kembali pernyataan Wakil DPRD Provinsi Maluku Utara, Kuntu Daud, di media online Haliyora.id.
Penulis : Muhammad Fajar Djulhijan
Editor : A. Achmad Yono
Halaman : 1 2 Selanjutnya