Galela, Maluku Utara – Di sebuah bengkel yang atapnya hanya 1 meter dari kepala, tepat pada pukul 14.00 Wit, Sabtu, 15 Maret 2025, matahari menari-nari sembari menertawakan kami dari atas. Di situasi seperti ini, siapa saja, akan memutuskan pergi untuk menghangatkan badan.
Tak banyak bicara, Telaga biru adalah spot wisata yang ingin kami kunjungi siang ini, pas dengan cuaca yang sesekali marayu kami untuk batal, ahahaha!. Untuk sampai di lokasi Telaga Biru membutuhkan waktu sekitar 25 menit.
Di perjalanan, tak selalu indah dilihat, rupanya jalan trans Galela-Tobelo, Halmahera Utara yang kami lewati sedikit mengacaukan pemandangan. Pasalnya, banyak sampah yang berserakan di samping jalan ujung Desa Pune, bahkan sampah tersebut telah mengeluarkan bau busuk yang sesekali membuat orang-orang kesal, sama seperti kita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tiba di Telaga Biru, mau dan tidak mau kami harus membayar Rp 5 ribu per orang sebagai karcis masuk. Lima ribu rupiah bagi kami tidaklah rugi dengan tempat yang sebagus ini.
Uang dari saku dikeluarkan dan di berikan ke penjaga.
Spot wisata ini tepat berada di wilayah Desa Mamuya, tapi secara administrasi, rupaya masuk di Desa Pune, Kecamatan Galela Induk, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
Telaga ini tercipta akibat proses vulkanik atau letusan dari gunung yang sudah tidak aktif lagi sehingga menyebabkan terbentuknya kawah atau cekungan yang terisi air.
Tapi bagi kebanyakan orang, ada cerita yang melegenda tentang kehadiran Telaga Biru ini. Karena merasa penasaran saya bertanya kepada penjaga, sebagian lainnya telah duluan mandi di telaga yang sangat jernih itu.
Menurut cerita rakyat, “air ini timbul akibat patah hati yang remuk-redam, meneteskan air mata, mengalir dan mengalir menjadi sumber mata air,” ungkap si penjaga.
“Air mata.? Tanya saya. “Ya, air mata,” jawabnya.
Penulis : Risal Sadoki
Editor : A. Achmad Yono
Halaman : 1 2 Selanjutnya