“Nah dari tiga pemilik lahan ini baru dua pemilik yang sudah kami negosiasi masalah tanaman, cuma yang marga Merek itu mereka punya tuntutannya terlalu besar, sehingga kami sempat bersitegang di kantor bupati karena mereka tidak ada nama di Pemda dan BPJN, cuma kami punya kebijakan untuk mereka itu hanya sekian. Tapi, dari pemilik lahan (keluarga Merek) minta harus membayar sebesar Rp 250 juta. Sementara, pemilik lahan yang lain itu hanya meminta bayar tanaman mereka, karena kalau lahan itu bukan kami punya ranah itu kami kembalikan di Pemda,” jelas Deden.
Deden bilang, akibat tarik menarik masalah ini, pihak Dinas PUPR tidak memberikan izin untuk membangun jalan di area itu, karena pertimbangan PUPR adalah pihak keluarga Merek tidak memberi izin sehingga PUPR menginginkan agar lokasi jalan dipindahkan ke area lain.
“Akan tetapi, kami tetap mempertahankan bahwa pembuatan jalan itu harus di area itu. Kami koordinasikan ulang dengan Dinas PUPR dan ke kantor bupati dalam hal ini Pemda. Tapi pihak Pemda bilang lanjutkan saja karena masalah tanaman itu Pemda yang bertanggung jawab,” sambungnya.
Tak hanya itu, mengenai aktivitas proyek, pihaknya pernah mengadakan rapat bersama dengan pemilik lahan, Pemerintah Kecamatan, Pemdes, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.
“Dalam pertemuan itu, kami sudah sepakati terkait akses jalan area Galao sampai Auloto, dan itu sudah ditandatangani secara bersama bahwa proses pembuatan jalan akan terus berjalan,” tukasnya.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya