Oleh : Salim Taib
Wakil Ketua Bidang Kaderisasi & Idiologi DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku Utara
Ketika tulisan saya ”Karomah Pancasila” diperdebatkan oleh sebagian kawan-kawan dengan mengatakan bahwa Pancasila bukanlah sebuah idieologi (komentar Bung Jainudin), ada juga yang mengatakan idieologi itu prinsipnya menyebar, mendominasi, dan tidak menerima ideologi lain.
Pada Kondisi kekinian – masih menurut Bung Jainudin – Pancasila itu di luar dari prinsip Ideologi. Katanya, Soekarno mengatakan Pancasila itu filsafat negara, sementara Soeharto menyebut Pancasila adalah asas negara, mereka berdua tidak mengucapkan ideologi negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apapun komentar yang melahirkan persepsi untuk mengartikulasi kembali makna Pancasila bukan sebagai ideologi, juga komentar yang menihilkan makna ideologi dalam Pancasila, memberi spirit kembali saya membaca sebuah kitab yang ditulis John B. Thompson (best seller), yang judulnya “Analisis Ideologi Dunia Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia”.
John B.Tompson mengutip pemikiran dan penjelasan Martin Seliger, yang menyatakan ideologi adalah seperangkat sistem kepercayaan politik yang benar, dan mempersepsikan yang benar tentang alam realitas secara aktual berada, yang oleh Lenin menyebutkan ideologi sebagai kesadaran kelas yang diorientasikan pada tindakan politik.
Ideologi adalah seperengkat idea, gagasan, yang membentuk kepercayaan untuk mewujudkan cita-cita luhur manusia. Ideologi pada makna Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Memang ketika membaca kembali secara seksama isi pidato 1 Juni 1945 tanpa judul di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) oleh Bung Karno tentang Pancasila, Bung Karno tidak menyebutkan kata ideologi untuk mengartikulasi Pancasila, melainkan Bung Karno menyebutkan hendak mengemukakan asas, dasar dan weltanschauung (pandangan hidup) dari Indonesia Merdeka, yang oleh Bung Karno diberi nama Pancasila.
Oleh karena Pancasila sebagai asas, dasar dan pandangan hidup dari Indonesia Merdeka, maka sesungguhnya Pancasila dapat diartikulasikan sebagai idieologi yang di dalamnya memuat idea-idea dan gagasan besar Bung Karno untuk hidup bersama sebagai bangsa yang merdeka.
Sebagai bangsa yang merdeka tentu harus meletakkan cita-cita besar, pandangan hidup bersama sebagai satu bangsa, dan hebatnya, Bung Karno dapat melahirkan gagasan atau pandangan hidup alternatif bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Pancasila dapat juga disebut sebagai idelogi jalan tengah.
Sebagai ideologi jalan tengah tentu terlahir dari kecerdasan membaca peta dan jalan ideologi-ideologi dunia, yang mana telah tergambar dalam pemikiran Bung Karno muda tentang Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Tiga spektrum pemikiran dan gerakan politik yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah rakyat Indonesia yang terjajah, semua itu dipengaruhi oleh model dan gerakan ideologi yang berkembang di dunia termasuk di Asia Tenggara.
Bung Karno tidak fobhia terhadap penggunaan idieologi bangsa lain yang merdeka, seperti marxisme, Islamisme, komunisme dan kapitalisme. Justru atas situasi itulah oleh Bung Karno, Pancasila dijadikan sebagai antitesa dari sistem ideologi dunia yang terus mencari jalan ekspansi dan perluasan medan eksistensinya.
Pancasila sebagai ideologi haruslah menjadi alternatif dalam penyelesaian kehidupan berbangsa dan bernegara, karena Pancasila adalah puncak gagasan dan cita-cita hidup bersama sebagai bangsa yang merdeka. Bung Karno telah menggali nilai-nilai ideologi Pancasila jauh sebelum Indonesia merdeka. Dimana Pancasila merupakan sublimasi nilai-nilai tradisi dan karakter kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari generasi ke generasi, dari waktu ke waktu, dari jaman ke jaman. Nilai tersebut terus tumbuh dan terpelihara yang kemudian diinterpretasi oleh Bung Karno ke dalam teks tertulis, yakni teks Pancasila sebagai cita-cita tertinggi kehidupan berbangsa.
Sebagai ideologi jalan tengah, Pancasila oleh Soekarno menempatkan penyatuan bersama nasionalisme, Islam dan Marxisme. Pancasila sebagai ideologi melampaui ‘isme’ tersebut. Ini berarti, meskipun Soekarno terinspirasi oleh visi keadilan dari sosialisme, namun Bung karno bukanlah berpaham komunis, karena Pancasila telah mensintetiskan berbagai ideologi tersebut dalam rumusan baru yakni Ideologi Pancasila.
Dalam perkembangannya, Soekarno mencari titik penyatuan dengan menghadirkan musuh bersama kolonialisme dan imperialisme.
Bung Karno juga menawarkan persamaan konseptual diantara ke tiga ide tersebut, Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Ini dilakukannya dengan mengembangkan proses menerima dan memberi, dimana Islam menerima visi kebangsaan dan keadilan sosial dari Nasionalisme dan Marxisme, sekaligus memberikan visi ke-Tuhanan.
Demikian pula Nasionalisme memberikan visi kebangsaan nasional terhadapap cakupan gerakan Islam dan Marxis yang pada awalnya bersifat global, lalu Marxisme memberikan visi transformasi sosial, sehingga Islam tidak hanya menjadi agama yang mengatur hubungan vertikal dengan Tuhan, namun lebih daripada itu, agama menjadi spirit bagi perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di sinilah makna Pancasila sebagai Ideologi altenatif yang digagas Bung Karno, atau disebut Ideologi Jalan Tengah. (Red*)