Jakarta – Hari Maritim Nasional diperingati pada tanggal 23 September setiap tahunnya. Seharusnya di hari maritim ini para Nelayan turut berbahagia, namun justru sebaliknya.
Para nelayan di utara Jawa mengeluh bahwa mereka sulit mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi. Ini adalah sesuatu yang ironis bagi Negara Maritim yang mempunyai kepulauan terbesar di dunia. Demikian hal itu, disampaikan Dewan Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono.
Menurut penerima nominator tokoh Maritim Ini. Pemerintah nampaknya belum bisa memberikan perhatian dan perlindungan bagi para Nelayan di Indonesia, sebab para nelayan mengalami kesulitan dalam mengoperasikan armadanya untuk melaut, karena kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Untuk mendapatkan BBM bersubsidi Nelayan diminta memberikan data dari pemerintah desa dan kecamatan. Namun mereka hanya dijatah Rp50.000 per hari, atau bila menggunakan pertalite, para nelayan hanya mendapatkan 6 liter untuk melaut, sebagiamana keluhan dari para Nelayan”Kata Bambang Haryo.
Padahal, kata Anggota DPR-RI periode 2014-2019, menurut UU ESDM no 6 tahun 2014, semestinya para nelayan berhak untuk mendapatkan BBM bersubsidi secara prioritas dengan jumlah maksimal yang diberikan 25 ribu liter perkapal perbulan, tanpa melihat besar kecilnya kapal.
“Mereka, harusnya mendapatkan jatah BBM sebesar 883 Liter per hari tanpa hambatan, Sebagaimana yang dikeluhkan Nelayan di pesisir jangkar Situbondo, Jawa Timur, Mereka untuk berlayar hanya membutuhkan BBM sebesar 50 liter saja perhari. Jumlah itu saja bahkan jauh lebih sedikit daripada yang diperbolehkan di undang undang”Kata Bambang Haryo.
Dilanjutkan anggota dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Jargon MARITIM yang dicanangkan Pemerintahan Presiden Jokowi jangan hanya sekedar jargon, namun harus bisa di implementasikan. Sejauh ini kementerian terkait serta pertamina belum mampu mengimplementasikan keiinginan daripada Presiden Jokowi. Dan mereka tidak paham bahwa hasil perikanan kita seharusnya melimpah di Indonesia, karena memiliki jumlah spesies ikan terbanyak nomor 2 dunia serta pusat terumbu karang terbesar di dunia yang merupakan rumah ikan yang ada di Lautan Indonesia dan mempunyai luas 3.273.810 km² yaitu 3 kali lipat dari luas daratan Indonesia.
Sebagai Negara Kelautan (Maritim),Kata pemilik sapaan akrab BHS, Indonesia hanya menghasilkan produk perikanan sebesar 6 juta Ton setiap tahunnya. Ironisnya angka tersebut masih jauh lebih rendah dari produksi perikanan China yang merupakan negara kontinental (daratan), dengan produksi sebesar 55,8 juta ton.
“Pemerintah harusnya sadar, bahwa ikan hasil tengkapan nelayan kita dapat mewujudkan generasi unggulan yang cerdas, kuat, dan mempunyai produktivitas tinggi untuk semua kegiatan. Yang tentunya bisa mendukung kemajuan dan kesejahteraan Bangsa Indonesia. “Harusnya produk ikan di Indonesia berlimpah dan berharga murah, sehingga bila ini terjadi, maka masyarakat Indonesia dari semua golongan bisa mengkonsumsi ikan dengan maksimal.” Karena saat ini Masyarakat Indonesia masih kesulitan mengkonsumsi ikan tidak mampu membelinya”Kata BHS, yang juga pelaku Usaha Bidang Industri Maritim.
“Alhamdulillah terimakasih kepada para nelayan pejuang devisa ekonomi dan gizi kesehatan untuk masyarakat Indonesia, yang telah menetapkan saya sebagai nominasi Tokoh Maritim Nasional bersama 6 Tokoh Maritim lainnya. Semoga Maritim Kita Jaya dan Para Nelayan bisa lebih sejahtera. Saya BHS, akan selalu mendukung Kesejahteraan Nelayan dan seluruh Rakyat Indonesia untuk menuju kebangkitan Indonesia Raya”Tutup BHS.