Ternate, Maluku Utara – Waktu seakan berhenti di sepanjang pesisir Salero hingga Sangaji, Ternate Utara. Dulu, pantai dan lautnya bercengkrama dengan perahu-perahu nelayan tradisional. Lalu, secercah harapan ditambatkan: reklamasi untuk pembangunan ekonomi biru (blue economy), yang akan berimbas pula pada kesejahteraan warga pesisir.
Tapi, seiring waktu, harapan itu tinggal debu. Hamparan tanah hasil timbunan bukannya menjadi kawasan baru yang menggeliat dengan pembangunan ekonomi biru yang digadang-gadang Pemerintah Kota Ternate era mendiang Wali Kota Hi Burhan Abdurrahman. Kini, di masa Wali Kota M Tauhid Soleman, area reklamasi ini justru menyerupai landscape pasca letusan gunung api: tumpukan batu angus, rumput liar, dan lubang-lubang besar menganga.
“Ngoni pasti so bisa lia sendiri, ini bukan hanya soal pembangunan yang tidak selesai, tapi juga soal hak hidup masyarakat pesisir yang terabaikan. Pemerintah Kota Ternate kaya tara punya peta pembangunan yang jelas,” ujar Wan, seorang warga Salero, lirih namun tegas, saat disambangi media ini, Sabtu (31/5/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di balik logat Melayu Ternate-nya itu, Wan tak hanya mengeluh. Terbesit pula kepedihan dalam hatinya yang ditancapkan oleh janji-janji manis pemimpin di kota banyak julukan ini, sejak lama.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya








