Sofifi, Maluku Utara- Apa jadinya jika pemerintah daerah menggugat pemerintah pusat? loh, kok bisa?
Pemerintah daerah (Pemda) se-Provinsi Maluku Utara (Malut) berencana akan melayangkan protes terhadap pemerintah pusat di Jakarta terkait transfer Dana Bagi Hasil atau DBH ke daerah yang dinilai tak sebanding dengan setoran yang dikucurkan daerah ke pusat.
Pasalnya, sebagai daerah penghasil tambang yang berlimpah ruah dan menghasilkan pendapatan yang begitu besar, porsi DBH untuk sepuluh (10) kabupaten/kota ples pemerintah daerah tingkat provinsi yang dikucurkan pemerintah pusat terbilang sangat kecil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lihat saja, selama kurun waktu tiga tahun berturut-turut menurut data yang yang bersumber dari Pemprov Maluku Utara, DBH yang disalurkan pemerintah pusat di Jakarta untuk Provinsi Maluku Utara totalnya hanya sebesar Rp 3 triliun lebih, masing-masing untuk tahun 2021 sebesar Rp 627,213 miliar, tahun 2022 sebesar Rp 743,79 miliar, dan tahun 2023 ini sebesar Rp 2,22 triliun.
Meskipun ada peningkatan di tahun ini, namun capaian itu tetap tak sebanding dengan jumlah penerimaan pajak yang kembali disetorkan pemerintah daerah ke pusat.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku Utara, Ahmad Purbaya, menyampaikan, sejauh ini pajak yang DBH yang disalurkan pemerintah pusat ke Maluku Utara baru 16 persen dari total 30 persen penerimaan pajak yang bersumber dari sektor pertambangan.
Menurutnya, DBH yang disalurkan pusat ke Maluku Utara ini terbilang cukup kecil bila dibanding dengan hasil tambang yang begitu banyak di daerah ini.
Ironisnya lagi, data produksi tambang yang dihitung pemerintah pusat berbeda dengan data milik pemerintah daerah di Maluku Utara. Hal ini juga menjadi pemicu kurangnya DBH yang diterima Provinsi Maluku Utara.
“Nah, yang jadi masalahnya itu data, yang dihitung oleh Kementerian ESDM itu tidak sesuai dengan hasil produksi tambang yang ada di Maluku Utara. Apakah mis datanya dari perusahaan tambang ke kementerian, ataukah mis datanya memang kementerian sendiri kurang menangkap data-data yang ada di daerah, itu tentunya yang harus kita lihat,” kata Purbaya usai rapat koordinasi pembahasan DBH tahun 2022 bersama otoritas 10 pemerintah kabupaten/kota di Red Corner Ternate, Selasa (10/1/2023).
Untuk memprotes kebijakan pusat atas kurangnya DBH ini, lanjut Ahmad Purbaya, maka diadakanlah rembuk bersama antar pemerintah kabupaten/kota di Maluku Utara. Rembuk ini diharapkan agar melahirkan kesepahaman dan kesepakatan bersama untuk dibawa Ke DPR RI dan pemerintah pusat.
“Pertama, kita memperjuangkan DBH ini sebenarnya hanya ingin mempertahankan perubahan alokasinya, perubahan kurang bayarnya dan kita merasa bahwa pembagian tersebut masih tidak sesuai dengan hasil pendapatan tambang Maluku Utara. Kedua, kita ingin perubahan regulasi, karena regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat itu masih ada sedikit ketidakadilan yang harus kita sampaikan. Sehingga kebijakan ini direview kembali agar lebih menguntungkan provinsi penghasil tambang ini,” ujar Ahmad Purbaya.
Lanjut Purbaya, persoalan DBH ini sudah menjadi topik utama media massa dan kalangan akademisi di Maluku Utara.
“Karena rata-rata, daerah penghasil tambang itu bahkan menjadi sumber kemiskinan, seperti Kabupaten Halmahera Timur, Halmahera Selatan dan Halmahera Tengah. Ini timbul pertanyaan, ada apa ini. Kita mau merubah ini, sehingga jangan sampai daerah penghasil tambang itu menjadi daerah yang miskin, merubahnya dengan apa tentunya dengan alokasi uang, atau anggaran yang bisa kita sampaikan ke sana. Kalau uang kita banyak tentu kita bisa lebih menyentuh ke daerah-daerah, itu intinya, artinya kita masih dalam konteks NKRI begitu,” tukasnya.
Olehnya itu, sebagai pemerintah daerah, hal ini menjadi tanggung jawab Pemprov bersama 10 kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara untuk bersama-sama menyuarakan persoalan ini ke pemerintah pusat.
Tak ada aral melintang, rencana protes ini juga dibicarakan bersama seluruh stakeholder di Maluku Utara serta lembaga DPRD.
“Selain melibatkan stakeholder dan DPRD, kita juga berencana menggandeng pemerintah daerah penghasil tambang di provinsi lain untuk sama-sama melayangkan protes tersebut ke pusat,” tegas Ahmad Purbaya.
Kata Purbaya, bentuk protes ini tak seperti pada umumnya yang dilakukan para demonstran, akan tetapi lebih elegan.
“Jadi kita sama-sama dudukan data, kalau memang data kita tidak sesuai, dimana ketidak sesuaiannya. Kemudian kalau memang data kita sesuai maka mohon diterima untuk diperbaiki, jadi kita mau membandingkan data dengan pemerintah pusat. Sehingga kita mengajak kabupaten/kota karena sumber datanya dari mereka karena provinsi ini cuma koordinator. Intinya, kalau ini berhasil maka yang paling menikmati itu adalah daerah-daerah penghasil tambang,” tambahnya.
Mantan Kepala Inspektorat Provinsi Maluku Utara itu juga mengakui bahwa inti dari permasalahan di daerah ini adalah uang. Daerah katanya, mengalami kekurangan uang untuk membiayai pembangunan begitu besar, apalagi Maluku Utara ini daerah kepulauan sehingga iigh close. Ini tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit.
“Jadi daerah ini butuh duit untuk membiayai segala pembangunan infrastruktur, karena daerah ini terlalu banyak pulau. Jadi intinya kita protes ke pemerintah pusat, tapi secara elegan dan berdasarkan data, jangan seperti Bupati Meranti di Provinsi Riau,” tandasnya. (Sam-2)