Ternate, Maluku Utara- Polemik surat izin Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) yang menjadi syarat tiga calon anggota Bawaslu Malut asal kampus tersebut mendapat perhatian dari Abdul Kadir Bubu, salah satu praktisi hukum di Maluku Utara.
Menurut Abdul Kadir, syarat izin Rektor bagi calon anggota penyelenggara Pemilu berstatus akademisi atau dosen di perguruan tinggi yang ikut serta sebagai calon Bawaslu Malut itu hanya berlaku bagi dosen yang berstatus ASN, di luar itu tidak dipersyaratkan.
Kadir mengatakan, kasus yang terjadi pada sejumlah calon anggota Bawaslu asal kampus Muhammadiyah Maluku Utara, dimana Tim Seleksi (Timsel) mempertanyakan keabsahan surat izin Rektor itu adalah tindakan keliru. Sebab wewenang Timsel hanya menjalankan tugas perekrutan saja, tidak melebihi dari pada itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Wewenang mengatur syarat pendaftaran itu ada di Bawaslu RI, sementara Timsel hanya menjalankan apa adanya tanpa menambahkan atau mengurangi. Karena membuat syarat izin Rektor bagi dosen non ASN merupakan syarat yang dibuat sendiri oleh Timsel yang bukan merupakan wewenangnya,” timpal Abdul Kadir Bubu, Kamis (7/7/2022).
Ia menjelaskan, jika Timsel menggunakan syarat izin Rektor sebagai alibi untuk menggugurkan calon berlatar belakang dosen non ASN, maka itu adalah tindakan yang melanggar hukum, sebab dalam ketentuannya tidak diatur demikian.
Kadir Bubu lantas menyebut tindakan Timsel yang cacat wewenang semacam itu dinyatakan batal demi hukum karena itu dianggap tidak pernah ada.
“Jadi kalau timsel menggunakan syarat itu untuk menggugurkan pendaftar dari dosen non ASN maka Timsel telah melakukan pelanggaran hukum,” ujarnya.
Selain itu lanjutnya, di dalam poin peraturan Bawaslu, hanya berlaku untuk dosen berstatus ASN. Begitu juga untuk kampus-kampus swasta, syarat tersebut tidak berlaku sehingga kalau ada larangan dari kampus kepada dosennya, maka alasan itu tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menggugurkan calon yang mendaftar.
Mengenai persoalan ini, Abdul Kadir bahkan meminta kepada pihak kampus agar tidak terlalu berlebihan memberikan sanski kepada dosen yang mengikuti jenjang karier di luar civitas akademika.
“Kampus itu seharusnya mengizinkan atau tidak, nanti jangan membuat sanksi yang berlebihan karena itu konstitusional mereka sebagai warga negara,” sesalnya.
Kendati sebagai pemegang wewenang di perguruan tinggi, Rektor tetap berhak melarang dosen di lingkungan UMMU, tetapi larangan itu lanjut Abdul Kadir Bubu, tidak bisa digunakan Timsel untuk melawan larangan Rektor.
“Sederhananya larangan itu berlaku di internal dan konsekuensinya hanya pada pribadi dosen saja,” pungkasnya. (Ecal-2)