Morotai, Maluku Utara- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pulau Morotai merencanakan akan memasukkan mata pelajaran Bahasa Daerah (Bahasa Galela) dalam kurikulum di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada Tahun 2022.
Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pulau Morotai F. Revi Dara saat ditemui oleh awak media di ruang kerjanya, Jum’at (17/12/2021). Kata dia, bahwa pada tahun 2022 kegiatan pembelajaran muatan lokal bahasa daerah (Bahasa Galela) akan diterapkan pada awal tahun ajaran baru yakni pada bulan Juli 2022.
“Kurikulum muatan lokal sudah disusun oleh Dinas Pendidikan kerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun Ternate. Sebenarnya kurikulum bahasa daerah ini kita terapkan tahun ini (2021) namun karena keterbatasan buku dan pengajarnya sehingga rencana nanti diterapkan di 2022,” terangnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan, karena masih terbatas, maka sekarang ini setiap sekolah hanya diberikan satu buah buku pegangan untuk pengajar. “Tapi buku untuk siswa juga sudah ada. Mudah-mudahan tahun-tahun berikut kita sudah punya cukup dana untuk perbanyak buku-buku tentang bahasa daerah untuk pegangan siswa dan pengajar,” harapnya.
Revi mengakui saat ini guru bahasa dearah belum ada, karena belum ada pendidikan khusus bahasa daerah di perguruan tinggi. “Memang klasifikasi guru bahasa daerah belum ada karena belum ada yang khusus belajar bahasa daerah di perguruan tinggi, tetapi saya yakin guru-guru penutur bahasa Galela di Morotai ini banyak. Yang penting ada kurikulum dan tersedianya buku bahasa daerah yang nantinya memandu siswa belajar mengajar bahasa daerah,” ujarnya.
Meski demikian, kurikulum muatan lokal (bahasa Galela) sementara akan diterapkan secara terbatas. “Kita akan terapkan sesuai kondisi setempat. Kita terapkan dengan melihat komunitas yang ada di masing-masing daerah, kalau pemangku kepentingannya lebih banyak menggunakan bahasa Galela dalam kesehariannya, maka disitu kita terapkan, sebaliknya kalu tidak menggunakan bahasa Galela maka tentu tidak diterapkan. Misalnya di Kecamatan Rao. Di sana tidak bisa diterapkan kurikulum bahasa Galela, karena penduduk di situ rata-rata etnis Sanger sehingga tidak mungkin kita paksakan,” pungkasnya. (Tir-1)