Halsel, Maluku Utara- Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan (Halsel) akhirnya menaikkan status dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa (DD) Marabose tahun 2019-2020 ke tingkat penyidikan. Hal ini disampaikan Kasi Intel Kejari, Fardana Kusuma.
“Tim penyidik telah menaikkan penanganan status dugaan tindak Pidana Korupsi pada Desa Marabose tahun anggaran 2019-2020 ke tingkat penyidikan,” ungkap Fardana Kusuma, (26/5/2022).
Fardana menjelaskan penyidikan kasus dugaan korupsi DD Marabose oleh tim penyidik Kejari berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Halsel yang menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,6 miliar atau Rp 1.628.630.499.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Penyidikan berdasarkan hasil audit Inspektorat Halsel temuannya sebesar Rp 1.628.630.499,00,” pungkasnya.
Diketahui, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat atas anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APB-Des Marabose tahun anggaran 2019 dan 2020 dengan Nomor 770/131-INSP.K/2021 tanggal 7 Oktober 2021 menemukan adanya kekurangan penyetoran pajak, masa pajak tahun 2019 dan 2020 sebesar Rp 34.404.371 dan terdapat kekurangan pemungutan pajak atas transaksi pengadaan barang/jasa tahun anggaran 2019 dan 2020 total sebesar Rp 25.762.407 dari belanja pengadaan kendaraan bekas yang membebani APB-Des Marabose sebesar Rp 500.000.000.
Dalam laporan hasil audit Inspektorat Halsel juga menemukan adanya pertanggungjawaban kegiatan peningkatan produksi tanaman pangan dan peningkatan produksi peternakan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 11.570.000 dan tidak diyakini kebenarannya sebesar Rp 30.000.000.
Selain itu, Inspektorat juga menemukan pertanggungjawaban atas bukti-bukti pengeluaran belanja pada 20 kegiatan tahun anggaran 2019 sebesar Rp 211.090.695 tidak diyakini kebenarannya.
Begitu juga pelaporan atas penyaluran Dana Desa dan Alokasi Dana Desa Tahap III tahun 2019 pada Desa Marabose belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 399.328.0260, dan pekerjaan Pembangunan Jalan Sirtu tidak dapat diyakini kebenarannya sebesar Rp 356.080.000, serta terdapat kelebihan pertanggungjawaban operasional TPK sebesar Rp 5.000.000.
Hal yang sama juga terjadi di tahun 2020, di mana tim Inspektorat menemukan pertanggungjawaban atas bukti-bukti pengeluaran belanja pada 10 kegiatan sebesar Rp 71.965.000,00 tidak diyakini kebenarannya. (Asbar-1)