Ternate, Haliyora.com
Dua pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut) masing-masing Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Kadikjar) Imran Yakub dan Idrus Assagaf selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (Kaban BKD) Provinsi Maluku Utara, dilaporkan tidak memenuhi panggilan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Malut.
Pemanggilan kedua pejabat itu dijadwalkan Rabu (24/10/2018) untuk dimintai klarifikasinya terkait dengan penanganan kasus mutasi sejumlah kepala sekolah di lokasi-lokasi berlangsungnya Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Malut 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anggota Bawaslu Provinsi Malut yang juga Koordinator Divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran, Aslan Hasan SH MH saat dikonfirmasi Haliyora.com di ruang kerjanya, Rabu (24/10/2018) siang mengatakan, kedua pejabat tersebut belum memenuhi panggilan Bawaslu dengan alasan sedang melaksanakan tugas ke luar daerah.
[artikel number=3, tag=”psu,pilgub” ]
Pemanggilan ini untuk memberikan ruang kepada mereka. Jika tidak memanfaatkan (pemanggilan) ini, akan menjadi kesalahan mereka sendiri.
ASLAN HASAN
Anggota Bawaslu Malut
Aslan mengatakan Kepala BKD Provinsi Malut, Idrus Assagaf sudah menyampaikan surat resminya kepada Bawaslu, sedangkan Kadikjar Imran Yakub, hanya melalui SMS bahwa dirinya sementara kegiatan DAK di Manado. “Keduanya mengaku masih urusan dinas di luar daerah sehingga meminta agar pemeriksaan ditunda,” tukasnya.
Selain itu, Aslan juga menyampaikan, penundaaan pemeriksaan kedua pejabat tersebut, tidak mempengaruhi batas waktu penangan kasus ini. Sebab, walaupun tanpa kehadiran mereka, Bawaslu akan tetap dapat mengkaji kasus tersebut. “Kan pemanggilan klarifikasi ini, untuk memberikan ruang kepada mereka. Jika tidak memanfaatkan (pemanggilan) ini, akan menjadi kesalahan mereka sendiri,” katanya.
[artikel number=3, tag=”ekonomi,halut” ]
Aslan menambahkan, larangan mutasi pegawai jelang Pilkada beserta sanksinya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pasal 71 ayat 1 UU itu disebutkan, pejabat negara, pejabat aparatur sipil Negara, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye.
Pada ayat 2 diatur pula bahwa petahana dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir. “Kemudian pada ayat 3 disebutkan, petahana dilarang menggunakan program dan kegiatan pemerintahan daerah untuk kegiatan pemilihan 6 bulan sebelum masa jabatannya berakhir,” tutupnya. (rif)