Ternate, Maluku Utara- Stunting merupakan kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumuran.
Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu sumber daya manusia yang berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Ternate yang diterima Haliyora bahwa pada periode Januari – Juni 2021, pengidap stunting di Kota Ternate berjumlah 137 anak dengan sebaran per kecamatan yakni; Ternate Barat 9 orang, Pulau Ternate 45 orang, Ternate Utara 40 orang, Ternate Tengah 10 orang, Ternate Selatan 10 orang, Pulau Moti 4 orang, Pulau Batang dua 17 orang dan Pulau Hiri 12 orang, dengan rata-rata prevelensi stanting dari 0,40 persen hingga 23,08 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada Tahun sebelumnya (2020), jumlah kasus stunting di Kota Ternate sebanyak 306 orang, tersebar di Kecamatan Ternate Barat 8 orang, Pulau Ternate 71 orang, Ternate Utara 101 orang, Ternate Tengah 110 orang, Ternate Selatan 21 orang, Pulau Moti 4 orang, Pulau Batang Dua 27 orang dan Pulau Hiri 18 orang, dengan prevelensi 0,29 persen sampai 50, 00 persen.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Ternate, Asna Hamid mengatakan, cara untuk mencegah stunting dimulai pada anak remaja putri. Mereka harus sehat dengan selalu mengkonsumsi makanan yang bergizi, karena ke depan, remaja putri inilah diharapkan akan melahirkan generasi berkualitas.
Salah satu cara yang mesti dilakukan menurut Asna, dengan memberikan asupan tablet tambah darah pada remaja putri setiap minggu. “Setiap minggu harus mengkonsumsi satu tablet, sehingga dalam satu bulan empat tablet yang harus dikonsumsi. Klau remaja putri ini sehat, ke depan saat melahirkan juga akan sehat dan melahirkan anak yang sehat pula,” kata Asna kepada Haliyora saat ditemui di Kantor Dinkes Ternate, Rabu (13/10/2021)
Asna menerangkan, bayi yang lahir normal harus dengan berat badan di atas 2.500 gram, dan panjang badan minimal 44 centi. Kalau kurang, kata Asna, otomatis ke depan akan menyumbang angka stunting, dan itu akan terlihat ketika anak tersebut berusia 2 tahun ke atas.
Untuk mengenal anak yang mengidap stunting, lanjut Asna, dapat dilihat pada anak yang seusia dengan anak lain namun panjang tubuhnya berbeda. Juga balita yang mengidap penyakit kronis seperti diare, karena sangat berpengaruh pada anak, tambah Asna.
Idealnya menurut Asna, setiap anak yang baru lahir harus diberikan ASI selama enam bulan. “Jadi seorang ibu yang baru melahirkan harus memberikan ASI selama enam bulan, kemudian pada saat peralihan bisa diberikan makanan tambahan yang bergizi,” terangnya.
Meski begitu, lanjut Asna, salah satu kendala yang dihadapi dalam pengentasan stunting adalah pola asuh anak dan faktor ekonomi. “Seorang ibu pastinya ingin memberikan yang terbaik kepada anaknya, tetapi kadang karena kondisi ekonomi belum mencukupi, sehingga tidak bisa terpenuhi,” ucapnya.
Asna mengungkapkan, saat ini Dinas Kesehatan Kota Ternate berupaya menekan angka stunting, salah satunya dengan menyediakan makanan tambahan yang berasal dari makanan lokal, seperti sayur yang dapat ditanam di pekarangan rumah, tentunya ditambah dengan ikan, karena kandungan gizi pangan lokal ditambah mengkonsumsi ikan akan sangat bagus untuk pertumbuhan anak.
Menurutnya, pemberian makanan padat harus dihitung nilai gizinya, kalau hanya nasi tanpa diperhitungkan kandungan karbohidrat, protein, itu sama saja. “Ini yang akan dilakukan pada wilayah yang mengalami kasus stanting.
Dikatakan, anak yang mengalami gejala stunting akan dipantau terus perkembangannya selama tiga bulan dengan memberikan makanan secara intens, porsi makan tiga kali sehari. Makanan yang dikonsumsi, sambung Asna, paling banyak saat makan siang, serta makanan yang diberikan terdiri dari sayuran, telur, ikan, juga makanan bergizi lainnya.
“Kita berharap warga juga bisa memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayur bayam, kangkung dan sawi, kemudian ditambah dengan ikan atau telur. Tinggal bagaimana kita kolaborasikan untuk ciptakan pola makan anak agar mereka tidak bosan. Karena kalau makanannya itu-itu saja biasanya mereka bosan. Ini semua tujuannya agara ke depan lahir dan tumbuh generasi yang berkualitas,” imbuhnya.
Sebaliknya, Asna menyarakan agar menghindari pemberian makanan instan pada anak, sebab makanan instan banyak mengandung bahan pengawet yang kurang baik untuk kesehatan.
Dia juga mengatakan, apabila ada ketersediaan anggaran yang cukup, maka kegiatan pencegahan dan penanganan stunting di Kota Ternate akan lebih baik lagi.
Sementara, Ketua Persatuan Ahli Gizi (Persagi) Maluku Utara, Sitti Salmiah A. Baharuddin, mengatakan, penanganan kasus stunting pada anak yang mengalami berat badan menurun tidak serta merta melalui pemberian gizi langsung sembuh. Penanganannya butuh waktu lama.
Meski demikan menurut Salmiah, kasus stunting di Kota Ternate masih tergolong rendah dibandingkan angka stunting nasional
“Kalau kasus stunting di Kota Ternate dengan prevalensi 0,45 persen hingga 3,00 persen berarti masih lumayan bagus dibanding angka nasional yang mencapai 24 persen,” katanya.
Walau begitu, Ia menyebut kasus stunting sangat berpengaruh pada tingkat kecerdasan anak yang pasti mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia. “Sehingga sekarang stunting harus menjadi fokus penanganan,” ujarnya.
Salmiah juga sepakat, jika cara penanganan stunting dimulai pada remaja Putri dengan mendapat asupan makanan yang bergizi, sehingga pada saat hamil gizinya sudah baik.
Ditambahkan, pembarian asupan makanan bergizi juga harus dilakukan kepada ibu hamil sampai anak berusia 2 tahun.
Namun kata Salmiah, kendala yang dihadapi adalah masalah kebiasaan masyarakat dalam menkonsumsi. ”Rata-rata masyarakat kita tidak memprioritaskan konsumsi makanan bergizi. Mereka lebih mementingkan keinginan dibanding kebutuhan asupan gizi,” ujar Salimah
Wanita yang biasa disama Imah itu juga sepakat mengkonsumsi makanan dari pangan lokal lebih baik. Namun ia mempertanyakan, apakah semua masyarakat mampu membeli makanan dari pangan lokal itu.
“Bahan makanan lokal cukup tersedia di pasar-pasar di Kota Ternate ini, tapi apakah semua warga mampu membelinya untuk demi mencukupi kebutuhan gizi ? Ini yang harus dipikirkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, untuk mengentaskan kasus gizi buruk di Kota Ternate, butuh kerjasama lini sektor, jangan hanya ditangani Dinas Kesehatan. “Perlu keterlibatan Dinas Perikanan, Pertanian dan Dinas Perindag untuk menyeimbangkan harga bahan makanan lokal dengan daya beli masyarakat, sehingga masyarakat kurang mampu juga dapat mengakses. Kalau tidak, maka percuma Dinas Kesehatan berkoar-koar mensosialisakan pola makan kepada masyarakat, tapi kalau masyarakatnya tidak mampu membeli juga sama dengan bohong,” tuturnya.
Sementara, angota Komisi III DPRD Kota Ternate, Nurlaela Syarif mengatakan, DPRD telah mengusulkan kepada Pemkot agar penanganan Stusting dijadikan program pada Tahun Anggaran 2022.
Menurut politisi Nasdem itu, meski Pemkot saat ini fokus pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan sarana pra sarana tapi masalah stunting juga harus mendapat perhatian serius.
“Kami di DPRD juga mendorong RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan untuk terlibat aktif mengatasi stunting di wilayah masing-masing,” terangnya.
Nurlela juga berharap ada kolaborasi lini sektor dalam upaya mengentaskan stunting di Kota Ternate. “Dinas Pendidikan, Dinas Sosial serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Aerlindungan Anak juga harus aktif terlibat menangani stunting ini. Dengan demikian mudah-mudahan penanganan stunting di Kota Ternate berjalan optimal,” harapnya. (Arul-*)