“Ada salah satu kontraktor yang memang menjadi anak emas. Pasti ini yang didahulukan untuk dicairkan”
~Supraydno~
Bobong, Maluku Utara – Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pulau Taliabu, Suprayidno, mulai buka suara soal polemik pinjaman daerah senilai Rp 115 miliar yang kini disorot publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terpidana kasus korupsi MCK fiktif ini, bahkan meminta mantan Kepala BPKAD Pulau Taliabu, Abdul Kadir Nur Ali, alias Om Dero, dan mantan Kepala Bappeda, Syamsudin Ode Maniwi, agar jujur dan terbuka mengenai penggunaan dana pinjaman yang kini menimbulkan banyak tanda tanya.
“Dero dan Samsudin tahu betul proses dan arah penggunaan pinjaman itu. Jadi jangan ada yang ditutup-tutupi, biar semuanya terang benderang,” tegas Suprayidno, dikutip dari hasil konfirmasi Pansus DPRD Taliabu di Rutan Kelas II B Ternate, Rabu (09/10/2025).
Tak hanya itu, Suprayidno bahkan meluruskan pernyataan eks Kepala BPKAD Abdul Kadir Nur Ali, yang sebelumnya yang menyebut sebagian besar dana pinjaman mengalir ke Dinas PUPR. Ia menegaskan bahwa dana yang masuk ke PUPR jauh lebih kecil dari angka yang dibeberkan Abdul Kadir Nur Ali ke Pansus.
“Jangan salah sebut. Di PUPR tidak sebesar itu, dan semua pekerjaan yang dibiayai dari dana itu bisa kami pertanggungjawabkan. Sisanya kami tidak tahu digunakan untuk apa,” ungkapnya blak-blakan.
Lebih jauh, Suprayidno menyebut ada indikasi perlakuan istimewa terhadap salah satu kontraktor tertentu yang disebut-sebut mendapat prioritas dalam pencairan dana pinjaman.
“Ada salah satu kontraktor yang memang menjadi anak emas. Pasti ini yang didahulukan untuk dicairkan,” katanya dengan nada tajam.
Temuan ini, kata dia, menunjukkan bahwa pengelolaan dana pinjaman daerah tidak berjalan transparan dan berpotensi menimbulkan ketimpangan antara pelaksana proyek. “Kalau pencairan tidak berdasar prioritas pekerjaan, tapi karena kedekatan, ini sudah keluar dari prinsip keadilan dan akuntabilitas,” tandasnya.
Suprayidno juga membeberkan bahwa perencanaan pinjaman daerah melibatkan penuh Bappeda sebagai lembaga perencana pembangunan daerah, bukan dilakukan sepihak oleh pengelola keuangan.
“Kalau perencanaan tidak matang, otomatis pelaksanaan juga kacau. Dan itulah yang sekarang kita lihat. Semua sudah ada, kami hanya diminta mana program dinas PUPR. Pinjaman sudah ada. Coba jujurlah. Bisa ini penggunaannya yang tidak tepat sesuai persetujuan pinjaman itu” ujarnya.
Sementara itu, Pansus DPRD Taliabu terus mendalami penggunaan Pinjaman Daerah sebesar Rp 115 miliar di Bank Daerah Maluku-Maluku Utara tahun 2022. Dana ini awalnya mendanai kegiatan di tiga OPD yakni Dinas PUPR, Dinas Perhubungan, dan Dinas Perindag. Namun berjalan waktu, tanpa persetujuan DPRD, dana ratusan miliar itu dialihkan seluruhnya ke Dinas PUPR.
Dalam waktu dekat, Pansus akan kembali memanggil pihak-pihak yang namanya muncul belakangan ini. (RHM/Red)








