Sofifi, Maluku Utara- Wakil Ketua DPRD Maluku Utara, Sahril Taher, menyarankan kepada Pemprov Maluku Utara agar ke depan tak lagi melakukan pinjaman ke PT Sarana Multy Infrastruktur (SMI) untuk membiayai kegiatan-kegiatan infrastruktur.
Menurutnya, selain meninggalkan beban utang Pemprov ke pihak rekanan kontraktor sebesar Rp 48 miliar, mekanisme pinjaman yang disyaratkan SMI ke Pemprov Malut terlalu ribet.
“Kami meminta kepada Pemprov, apapun urgensinya pembangunan yang akan datang kalau bisa tidak usah lagi pinjam ke SMI karena terlalu ribet,” kata Sahril usai rapat bersama dengan TAPD Pemprov Malut di Grand Majang Hotel Ternate, Rabu (11/1/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Soal utang Pemprov sebesar Rp 48 miliar ke pihak rekanan kontraktor, kata Sahril, hal ini akan dibicarakan lebih lanjut lagi dalam rapat bersama antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan DPRD.
“Karena nomenklatur yang termuat di dalam adalah pembayaran pokok dan bunga. Sementara yang akan dilakukan pembayaran bukan pokok dan bunga, tetapi pembayaran langsung ke pihak ketiga. Ini yang perlu dibicarakan dalam rapat nanti,” paparnya
Mantan Ketua DPD Gerindra Maluku Utara itu menyebutkan, utang ke pihak ketiga atau rekanan ini akan dibawa di dalam rapat bersama, apakah dibayar mendahului perubahan anggaran 2023 atau melalui APBD Perubahan 2023. Sebab sumber anggarannya sudah ada yang berasal dari bunga dan pokok yang tersedia pada cicilan kepada SMI selama tiga tahun, yakni dari tahun 2020 hingga 2022.
“Jadi tahun 2023 kita buka Rp 48 miliar untuk bayar kepada pihak ketiga, bahkan di situ ada penghematan karena kita tidak lagi bayar bunga lagi ke SMI,” jelasnya.
Politisi Gerindra itu juga mengakui bahwa setelah SMI menyatakan putus kontrak dengan Pemprov Malut pada 30 November 2022 lalu, dampaknya dirasakan oleh pihak ketiga karena sebagian pekerjaan yang progresnya sudah 100 persen tidak mendapat pembayaran.
“Tapi prinsipnya kita tetap mendesak pemerintah daerah agar menyelesaikan utang pihak ketiga ini. Makanya pada saat rapat tadi kita juga sudah bersepakat bahwa ruas jalan Matuting-Ranga Ranga dan Payahe-Dahepodo yang belum tuntas berapa kilo meter itu, mekanisme penyelesaiannya kita serahkan kepada pemerintah daerah apakah membuat program baru agar supaya jalan ini bisa berfungsi atau bagaimana,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekda Provinsi Maluku Utara, Samsudin A. Kadir menjelaskan bahwa persoalan dengan SMI sebenarnya sudah selesai dan sebagian progres pekerjaan di lapangan sudah ada yang 100 persen.
Di sisi lain, Samsuddin menyebutkan dari informasi yang diperolehnya disebutkan bahwa utang ke pihak rekanan tersebut bukan Rp 48 miliar, tapi hanya sebesar Rp 9 miliar saja.
Kendati begitu, Samsuddin tak merincikan secara gamblang sumber mana yang dipakai sehingga utang Rp 48 miliar itu menyusut hingga ke angka Rp 9 miliar.
“Jadi berdasarkan informasi yang saya dapatkan itu hanya Rp 9 miliar, tapi nanti kita menghitung kembali, jadi intinya kontrak dengan SMI sudah selesai,” jelasnya.
“Intinya kita lihat dulu apakah memang betul total utang tersebut Rp 48 miliar, ataukah hanya Rp 9 miliar. Jadi Rp 9 miliar itu berdasarkan progres, dan Rp 48 miliar itu apabila semuanya 100 persen, tapi ternyata ada yang masih 65-86 persen,” tambahnya.
Agar tidak keliru mengenai perbedaan angka utang ini, kata Samsuddin, Pemprov akan menurunkan Inspektorat untuk mengaudit seluruh pekerjaan-pekerjaan fisik yang dilakukan pihak rekanan itu.
“Kita juga melibatkan Inspektorat untuk melakukan audit, dan dari hasil audit kalau hanya Rp 9 miliar bagi Pemprov itu ringan, tidak terlalu berat. Dan kita tetap akan membayar utang ke pihak ketiga,” pungkasnya seraya menambahkan bahwa mengenai mekanisme pembayaran utang ke pihak rekanan yang akan diakomodir melalui APBD Perubahan tahun 2023 atau mendahului perubahan nanti dibicarakan lagi dalam rapat bersama dengan DPRD. (Sam-2)