Catatan Redaksi Haliyora.id
Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, untuk memfokuskan seluruh kegiatan pemerintah termasuk aktivitasnya sebagai kepala daerah di Sofifi sampai saat ini masih menjadi tanda tanya. Lihat saja, sejak dilantik sampai sekarang, gubernur pertama perempuan itu kerap menghabiskan waktunya di luar Sofifi.
Padahal secara administrasi, Sofifi merupakan pusat pemerintahan (Ibu Kota) Provinsi Maluku Utara dalam Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999. UU ini mengatur tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Maluku Tenggara Barat. Lebih spesifiknya, Pasal 9 ayat (1) UU tersebut menentukan bahwa Ibukota Provinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, publik menyoroti sikap Gubernur Sherly yang jarang berkantor di Sofifi, sejak dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto secara serentak bersama dengan kepala daerah lainnya pada 20 Februari lalu di Jakarta.
Hampir tiga bulan lebih sejak dilantik, keberadaan Gubernur Sherly di Sofifi masih bisa dihitung dengan jari. Alih-alih menjadikan Sofifi sebagai pusat aktivitas Pemprov, Gubernur Sherly justru membuka ruang bagi kritikus mengkritiknya habis-habisan. Lihat saja, banyak kalangan baik akademik maupun politikus di parlemen mengkritik pola berkantor Gubernur Sherly termasuk kegiatan-kegiatan seremoni yang dominan dilakukan di Ternate, ketimbang di Sofifi.
Mereka menilai, kebiasaan ini justru menghambat semangat ASN. Tentu saja, selain Sekda maupun pimpinan OPD, yang merupakan atasan mereka langsung, seorang gubernur adalah panutan dan garda paling depan sebagai teladan ASN.
Kita flashback lagi ke masa Pilkada 2024 lalu. Setiap calon kepala daerah yang ikut kontestasi Pilkada membawa visi dan janji kampanye yang tinggi. Paling tidak, pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan publik, pengentasan kemiskinan, menjadi senjata ampuh para calon. Akan tetapi, setelah terpilih, mereka dihadapkan pada kondisi fiskal yang tidak sesuai dengan imajinasinya.
Mereka dihadapkan dengan banyak sekelumit persoalan. Contohnya, kebijakan efisiensi anggaran yang ketat dari pemerintah pusat, keterbatasan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta tekanan belanja rutin seperti gaji pegawai dan belanja wajib lainnya membuat ruang fiskal sangat terbatas. Belum lagi dibuat pusing dengan masalah utang daerah yang menumpuk.
Tekanan-tekanan ini membuat program-program unggulan yang gembar-gemborkan semasa kampanye acap kali digantung karena tidak didukung pendanaan yang cukup.
Kembali lagi ke Sofifi. Semenjak memimpin roda pemerintah Pemprov Maluku Utara, jejak Gubernur Sherly Tjoanda menginjakan kakinya di Sofifi sebagai pusat pemerintahan terbilang masih bisa dihitung dengan jari.
Kali pertama orang nomor satu itu memasuki ruang kantor Gubernur yakni sesudah dilantik, lalu paripurna di DPRD, di mana wanita pertama yang menjadi gubernur di Jazirah Al-Mulk ini memaparkan pidato perdananya di hadapan anggota parlemen, pada 7 Maret 2025. Kemudian memimpin apel perdana bersama ASN pada 10 Maret 2025, pasca pulang dari Retret di Magelang.
Sejak apel itu, Gubernur Sherly tak lagi menunjukan batang hidungnya di Sofifi sebagai pusat aktivitas Pemprov. Ia lebih banyak melakukan kunjungan kerja dalam daerah maupun luar daerah.
Kurang lebih 43 hari, sang gubernur baru menampakan wajahnya di kantor saat acara Halal Bihalal bersama ASN Pemprov pada 23 April 2025. Salah satu alasan ia belum berkantor di Sofifi karena ruang kerjanya tak layak digunakan. Hal itu ia ungkapkan kepada awak media usai acara Halal Bihalal itu.
Halaman : 1 2 Selanjutnya