Oleh : Dr. Muamil Sunan (Dosen Ekonomi Universitas Khairun Ternate)
Di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat oleh Presiden Prabowo Subianto, tentunya diharapkan bagi semua pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di daerah agar bisa mengelola anggaran secara optimal.
Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran yang tidak berimbang dengan kebutuhan pembangunan dan pelayanan publik. Untuk itu, penggunaan anggaran harusnya difokuskan dan prioritas pada kegiatan yang memiliki dampak langsung terhadap pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang digunakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
So, setiap rupiah dari anggaran daerah yang digunakan harusnya memperhitungkan dampaknya terhadap pelayanan publik
Misi reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang sering digunakan di saat kampanye politik ternyata hanyalah omon-omon belaka, yang mana pemborosan anggaran daerah untuk kegiatan-kegiatan seremonial yang tidak berdampak terhadap pelayanan publik dan kesejahteraan.
Kebijakan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, yang sudah beberapa kali melakukan rapat-rapat dan kegiatan di luar kantor pemerintahan dan menggunakan hotel berbintang tentunya menguras anggaran daerah yang lumayan besar.
Hal ini merupakan bukti nyata bahwa visi misi tata kelola pemerintahan termasuk keuangan daerah saat kampanye diibaratkan sebuah ‘Tong Kosong yang Nyaring Bunyinya’.
Kebijakan gubernur yang sering melakukan kegiatan pemerintahan di Hotel Bella, yang notabene gubernur sebagai pemiliknya tentu menimbulkan berbagai interpretasi masyarakat terhadap kebijakan yang tidak realistis.
Gubernur selaku pemilik Hotel Bella Internasional Ternate sudah diketahui oleh publik Maluku Utara, sehingga dilaksanakannya kegiatan-kegiatan rapat dan kegiatan seremonial di Hotel Bella pastinya menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat.
Kebijakan gubernur selaku penguasa dengan sering melakukan kegiatan pemerintahan di Hotel Bella, bisa dipahami sebagai sebuah kebijakan ‘Penguasa yang Pengusaha’. Setiap keputusan yang hendak dilakukan oleh seorang penguasa dan pengusaha memiliki perbedaan dan ada juga kesamaan jika dilihat dari perspektif ilmu politik dan administrasi publik.
Kebijakan publik dalam perspektif ilmu politik baik fokus dan lokusnya adalah berusaha mempertahankan kekuasaan (maximum utility). Sedangkan kebijakan pengusaha adalah menguasai pasar (maximum utility). Dengan demikian kebijakan Penguasa yang Pengusaha memiliki motif yang sama yakni maximum utility. ***