Lanjut Mahri, dari sini muncul lagi pertanyaan lain yakni kapan uang negara itu dikembalikan, pada hari apa, jam dan dimana dikembalikan, apakah belum melampaui waktu 60 hari sebagaimana ketentuan di atas. Olehnya itu, ada kejelasan antara waktu pengembalian dan kualifikasi subjek yang memang diperbolehkan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Hal-hal ini menurut Mahri harus dijawab tuntas oleh Kajari Halsel.
“Namun Sema tersebut menurut saya masih menuai perdebatan dan tidak ideal untuk dijadikan rujukan terutama bagi penyidik terhadap ketentuan 60 hari. Kemudian dari substansi pengaturan kualifikasi subjek yang disebutkan dalam Sema ialah terdakwa bukan tersangka, Sema tegas menyebutkan terdakwa,” jelasnya.
Namun, subjek yang telah ditetapkan tersangka tindak pidana korupsi akan dilanjutkan, tidak berhenti dengan alasan telah adanya pengembalian kerugian keuangan negara. “Pengembalian kerugian keuangan negara menurut penjelasan pasal 4 UU PTPK hanya sebagai salah satu faktor peringan pidana, bukan dihentikan perkaranya,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai informasi, kasus kredit macet BPRS mencuat pada tahun 2023 lalu. Dalam kasus dugaan kredit macet BPRS Halsel, jaksa memeriksa Dirut serta satu direksi bank daerah tersebut. Selain direksi, Kejari juga memeriksa mantan Sekda Halsel Saiful Turuy dan Kepala BPKAD Aswin Adam.
Kasus ini kemudian dinaikan dari penyelidikan ke penyidikan setelah Kejari mengantongi sejumlah bukti termasuk hasil audit BPKP yang menemukan indikasi kerugian negara Rp 8 miliar.
Kendati mengantongi sejumlah bukti dan petunjuk dari Kejati Maluku Utara, namun Kejari Halsel sampai saat itu belum juga mengungkap siapa tersangka di kasus tersebut. (Riv/Red)