Ketua ISNU Maluku Utara ini mengungkapkan, di tahun 2022 lalu pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menggeliat naik akibat dari penggalian sektor pertambangan, sehingga ada kenaikan DBH. Dana Bagi Hasil ini dikeluarkan pemerintah pusat berdasarkan UU tahun 2022 tentang Pembagian DBH, tidak lagi istilah kurang bayar atau lebih bayar. Berbeda dengan rezim lama, dimana regulasi sebelumnya terkait pembagian DBH pendapatan tahun berkenaan dibagikan di tahun berkenaan.
Akan tetapi dengan perubahan UU ini, maka pendapatan tahun sebelumnya dibagikan di tahun depan, sehingga jika DBH tahun 2022 yang diterima atas pendapatan di tahun 2023, maka di atas 2023 sudah terjadi kelebihan dan terjadi alokasi yang dirampungkan oleh pemerintah pusat lewat Kementerian Keuangan untuk mengatasi transisi dari UU Nomor 33 dengan UU Nomor 1, maka yang diselesaikan di tahun 2023 adalah kurang bayar, dan lebih bayar. “Jadi semuanya dipotong dicarikan zero terhadap pembayaran tahun 2022 yang seharusnya dibayar pada tahun 2023,” kata Mohtar.
Pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan lanjutnya, menganggap terlalu over fiskal di daerah. Padahal untuk menutupi defisit juga di bikinlah TDF. “Nah TDF itulah yang saat ini di pemerintah kabupaten kota dan provinsi menuntut dibayarkan segera, karena beban utang yang dibebankan ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota terhadap pihak ketiga belum terselesaikan. Maka didesaklah ke Kemenkeu untuk segera membayar, itu masalahnya,” ungkitnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itu, kata Mohtar, pihak Kanwil DjPb mestinya harus memahami dengan benar konteks ini. Jangan membuat pernyataan blunder yang mengacaukan keadaan dari ketidakpahaman seorang ASN di Kanwil DjPb. “Mintalah orang Kanwil itu baca dan belajar baik-baik alokasi fiskalnya. Karena memang orang Perben berbeda dengan orang Ditjen Perimbangan, Kemenkeu itu Direktoratnya berbeda-beda, dirjennya juga berbeda-beda,” sentilnya.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya