Seharusnya, lanjut dia, ketika periode pertama kepengurusan tahun 2014-2019 berakhir, maka DPP wajib menyelenggarakan kongres dan Ketua umum terpilih hasil kongres yang pertama itulah yang didaftarkan oleh Majelis Persatuan Partai ke Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan pengesahan. Yang terjadi sebaliknya Kongres pertama tidak dilaksanakan tapi MPP justru mengesahkan struktur baru dengan terlebih dahulu merubah AD-ART. Meniadakan kongres untuk memilih ketua umum sebagaimana semangat awal berdirinya partai Perindo adalah perilaku anti demokrasi dan bentuk penjegalan terhadap hak demokrasi anggota yang merupakan pemegang kedaulatan tertinggi di Partai Perindo.
“Berdasarkan beberapa alasan diatas maka kami melakukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara dengan tuntutan agar agar SK SK Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No,. M.HH-03. Ah.11.02 Tahun 2024 Tentang Pengesahan Perubahan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo periode tahun 2022-2027 di cabut. Sebelum gugatan ini di daftarkan ke pengadilan tata usaha negara kami juga mengirimkan notivikasi ke Kementerian Hukum dan HAM agar mencabut SK dimaksud. Demikian halnya notifikasi kami kirimkan ke Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo agar mencabut SK DPP No 3920-SK/DPP-Partai Perindo/V/2024,” tandasnya. (Ecal/Red)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT