Demokrasi Idiot, Peta Jalan Baru Demokrasi Rasional (CAT)

- Editor

Minggu, 11 Februari 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Faisal Rumpai
(Pemerhati Sosial)

——————

Saya teringat band Rock Amerika Serikat Green day, Billie Joe Armstrong dkk, meliris lagu American Idiot “Amerika Bodoh”. Lagu ini dirilis pada tahun 2004 saat Amerika mengkampanyekan invasi ke Irak dibawah Presiden George Bush. Liriknya tak ingin menjadi orang Amerika yang idiot/bodoh, satu negara di kendalikan oleh media, kita bukan salah satu negara yang patuh di teladani, diakhiri dengan kalimat for that’s enough to argus “karena itu cukup sudah berdebat”.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saya terinspirasi dari lagu American Idiot, tetapi saya menjelaskan Idiot pada ranah yang lebih luas, yaitu sistem politik yaitu demokrasi, tentu demokrasi dalam konteks ide. Ia adalah ide abstrak yang mengawan-awan dalam pikiran para filsuf/pecinta kebijaksanaan, tetapi demokrasi bisa menjadi Idiot setelah ide tentang demokrasi itu di praktekan secarah irasional, maka dia bisa disebut Idiot. Idiotnya Demokrasi bukan pada idenya tetapi dari prakteknya yang salah.

Secarah etimologi demokrasi merupakan serapakan kata Latin ke Yunani yang kemudian terglobalisasi “demos (rakyat)-kratos (negara/pemerintah). Praktik Demokrasi langsung di Yunani sering dirujuk sebagai praktik demokrasi rasional, tetapi sebenarnya praktik Demokrasi di Yunani dalam standar Demokrasi hari ini, Demokrasi saat itu sangat Idiot, sebab disamping perempuan tidak di anggap sebagai Cityzenship “warga negara”. Dia juga tidak punya hak politik menyampaikan pendapat di agora.

BACA JUGA  Kemelut RSUD dan Peran Gubernur Malut

Dengan demikian posisi politik kaum perempuan saat itu tidak ada, karena negara tidak mengakuinya sebagai manusia politik dalam negara kota, dengan sendirinya perempuan menjadi sasaran tindakan diskriminasi sosial, tetapi di negara modern saat ini kita tidak akan mungkin menjumpai situasi politik saat itu di sini.

Begitu juga dengan posisi warga negara dan elit yang berada di agora/dewan Rakyat hanya segelintir orang, privelesnya terletak pada privat property dalam bentuk tanah dan lain-lain, dan budak saat itu masih terdapat dalam kehidupan masyarakat negara kota, walaupun kita tau perbudakan modern hari ini belum hilang tetapi perbudakan jaman itu benar-benar tidak rasional dan sangat tidak demokratis dan itu idiot/bodoh.

Kalau rujukan dari demokrasi itu adalah, kebebasan menyampaikan pendapat, maka praktik demokrasi menurut Yves Schmeil dalam democracy before menyebut sebelum Yunani telah ada di Mesir kuno dan Mesopatamia kuno, dimana telah terbentuk banyak dewan kota dari pada Agora di polis Yunani. Bahkan perempuan suda menjadi bagian dari citizen dan sudah disertakan dalam dewan kota dan mereka menyadari esensi demokrasi bukan hanya citizenship (kewarganegaraan) tetapi pentingnya mobilisasi rakyat. Inilah warisan yang oleh Philip Petit sebut sebagai Freedom as nondomination, ketika praktok nilai-nilai demokrasi ini tumbuh dan berpengaruh sampai ke Yunani, maka menurut Homblowers para filsuf masa itu mulai mengkonsepkan demokrasi, seperti Solon, Psistrades, Kleisthenes, Prikles, Plato dan Aristoteles (Suyatno, 2004).

BACA JUGA  Menanti Terobosan KPK  di Kasus Suap Mantan Gubernur Maluku Utara

Sementara demokrasi di Romawi menurut Polybus dalam The universal History 40 jilid menyebut Romawi mampu menjalankan mixed sistem pemerintahan Republik yang terpadukan elemen Monarki (The Consul), Aristokrasi (Senat) dan Demokrasi/majelis Plebs (rakyat biasa), historis pembagian kekuasaan ini dikemudian hari dikonsepkan lebih matang oleh John Locke (Eksekutif, Legislatif dan Federatif) dan Montisqueui (eksekutif, legislatif, yudikatif) terkait realitas kekuasaan di Inggris antara Raja dan Aristokrat lokal, maka Tan Malaka menyebut itu sebagai tanda lahirlah konsep trias politika State modern.

Dari penjelasan singkat historis di atas, terlihat sebenarnya Demokrasi di tempat lahirnya juga sudah bermasalah dalam praktik. Untuk itu kita perlu merefleksikan kembali praxis dari demokrasi, agar kita tidak meritualkan demokrasi semu, sementara di dunia saat ini ada banyak subtipe demokrasi, seperti demokrasi konsosional, demokrasi kerakyatan, pseudo demokrasi, demokrasi liberal dan demokrasi komunis. Bahkan menurut David Collier dan Steven Levitsky tipe demokrasi di dunia sebanyak 550 jenis (Suyatno, 2008).

Berita Terkait

Menilik Janji Cagub Cawagub Soal Porsi Pendidikan dan Tenaga Kerja Maluku Utara
Politik ‘Dopamin’ IMS-ADIL dan Kemenangan Elang-Rahim 
Judol : Kalah jadi ‘Abu’, Menang jadi ‘Arang’
Pandora Politik Halmahera Tengah
Pilgub, Masalah dan Tantangan Masa Depan Maluku Utara Menurut Ekonom
Akselerasi Budaya Literasi Masyarakat Melalui Perpustakaan Desa
Sultan-Aliong Dinilai Tepat di Pilgub Malut
Menanti Terobosan KPK  di Kasus Suap Mantan Gubernur Maluku Utara
Berita ini 267 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Selasa, 1 Oktober 2024 - 12:31 WIT

Menilik Janji Cagub Cawagub Soal Porsi Pendidikan dan Tenaga Kerja Maluku Utara

Rabu, 18 September 2024 - 22:20 WIT

Politik ‘Dopamin’ IMS-ADIL dan Kemenangan Elang-Rahim 

Jumat, 13 September 2024 - 14:43 WIT

Judol : Kalah jadi ‘Abu’, Menang jadi ‘Arang’

Sabtu, 7 September 2024 - 14:07 WIT

Pandora Politik Halmahera Tengah

Selasa, 3 September 2024 - 10:37 WIT

Pilgub, Masalah dan Tantangan Masa Depan Maluku Utara Menurut Ekonom

Berita Terbaru

Kapolres Halmahera Tengah AKBP Aditya Kurniawan,S.H.,S.I.K, memimpin upacara serah terima jabatan (Sertijab) Waka Polres, Kabag Ops, Kasat Resnarkoba, Kamis (03/10/2024)

Pemerintahan

Pimpin Sertijab, Ini yang Disampaikan Kapolres Halteng

Kamis, 3 Okt 2024 - 23:38 WIT

Bawaslu Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) menggelar apel siaga di area Dinas Perhubungan

Pilkada

Bawaslu Halsel Ingin Hapus Stigma Buruk “Hal Selalu”

Kamis, 3 Okt 2024 - 22:37 WIT

error: Konten diproteksi !!