Halsel, Maluku Utara- Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Halmahera Selatan, Aswin Adam, menyesalkan sikap Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) yang menunda-nunda realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Pemkab Halsel sebesar Rp 23.100.674.092 miliar.
Aswin menyebut, total DBH Halsel tahun 2022 yang diterima sebesar Rp 26.435.088.631 miliar, namun hingga per 2 November baru direalisasi sebesar Rp 13.678.399.754 miliar, sementara sisanya yang belum dibayar sebesar Rp 23.100.674.092 miliar.
“Jadi, Pemprov belum lunasi hutang DBH Halsel atau belum dibayar oleh Pemerintah Provinsi Malut itu sebesar Rp 23 miliar lebih, mestinya setelah diberlakukan UU HKPD terutama pajak kendaraan itu diberi opsi atau pilihan, itu artinya DBH untuk pajak kendaraan sudah harus menjadi pajak daerah sehingga tidak lagi menjadi beban bagi Pemprov,” kata Aswin Adam, Kepala BPKAD Halsel saat diwawancarai Haliyora Selasa, (02/11/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Aswin, tidak ada alasan Pemprov Malut memperlambat realisasi DBH, karena saat ini sudah diberlakukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Sambung Aswin, Pemkab Halsel juga sudah mengusulkan agar pajak kendaraan diberi opsi atau pilihan bahwa pajak kendaraan lebih baik langsung dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Dengan begitu, bisa mengurangi beban Pemprov Malut apalagi Pemprov juga menetapkan bahwa DBH kabupaten/kota harus tersalur di tahun 2022 ini, akan tetapi kenyataannya sampai hari ini masih menyisahkan utang sebesar Rp 23 miliar itu.
“Karena angka Rp 23 miliar lebih ini tidak sedikit dan bisa menggangu likuiditas Pemkab Halsel apabila dana ini tidak terealisasikan, bayangkan piutang Pemprov DBH 31 Desember tahun 2021 juga sebesar Rp 10.343.985.215 miliar, baru dibayar pada awal tahun 2022,” ungkap Aswin.
Lebih lanjut, kata Aswin, terkait diberlakukanya Undang-Undang HKPD pada tahun 2022 ini bertujuan meratakan kesejahteraan masyarakat dengan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien melalui hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang transparan serta akuntabel.
“Hal tersebut bisa dicapai dengan penguatan kualitas belanja daerah, penguatan kapasitas fiskal daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah,” pungkasnya. (Asbar-2)