Ternate, Maluku Utara- Pergantian Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara dari Dr. Wahda Zainal Imam kepada Sahril Tahir ternyata berujung di pengadilan.
Wahda menggugat Sahril Tahir ke Pengadilan Negeri Ternate atas pergantian dirinya dengan nomor perkara 48/Pdt/G./2021/PN Tte.
Politisi Gerindra itu menunjuk Fadli S. Tuanane, Rizky Septian Tehupelasury dan Sulardin Buton sebagai kuasa hukum. Sidang perdana gugatan Wahda dilakukan pada Selasa (08/09/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Itu disampaikan Fadli Tuanane, SH sebagai pengacara Wahda kepada Haliyora, usai mewakili klainnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Ternate.
“Hari ini sidang perdana gugatan klien kami pak Wahda Zainal Imam atas pergantian dirinya sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara. Sidang hari ini masih tahap mediasi. Yang hadir dalam persidangan mewakili tergugat Sahrlil adalah kuasa hukumnya yakni Hi. Sampena dan Fahri Lantu. Sidang dijadwalkan akan dilanjutkan pada tanggal 14 September 2021,” ujar Fadli.
Fadli menjelaskan, inti dari gugatan kliennya adalah perbuatan melawan hukum, yaitu komitmen Sahril Taher yang tidak akan mengajukan pergantian atau PAW terhadap WZI. Tapi Sahril dianggap melanggar komitmen awal dengan mengajukan pergantian Wahda sebagai Wakil Ketua DPRD ke DPP Gerindra setelah Sahril ditunjuk menjadi Ketua DPD Gerindra Maluku Utara.
“Jadi meskipun sekarang terjadi pergantian Ketua DPD dari Sahril ke Muhaimin Syarif, tapi perkara ini tetap kami lanjutkan supaya tidak terjadi pergantian Wakil Ketua DPRD Malut. Jadi sekali lagi saya sampaikan, perkara ini terkait dengan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan Sahril karena tidak melasanakan komitmen-komitmennya di internal partai sampai akhir jabatan Wahda Tahun 2024.
Fadli mengutip pasal 1365 KUH-Perdata yang menyebutkan “Setiap orang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan mengganti kerugian dari akibat kesalahannya tersebut”.
“Yang jelas pak Sahril melanggar pasal Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diisyaratkan dalam pasal 1365 KUH-Perdata yang menjelaskan tentang item-item apa saja diduga masuk katagori PMH, dan itu saya kira tergambar secara benar dalam permohonan gugatan kami di Pengadilan. Jadi ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh sahril terkait dengan ketidak komitmennya terhadap perjanjian secara lisan yang dibuat di internal partai untuk tetap mempertahankan Dr. WZI supaya menjabat hingga berahirnya masa priode,” jelas Fadli.
Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Tergugat, Haji Sampena mengatakan, kliennya (Sahril Tahir) tidak ikut sidang karena dalam perjalanan dari Sofifi menuju Ternate.
“Memang ini persidangan perdana yang sifatnya mediasi dan prinsipal (Penggugat dan tergugat) wajib hadir. Tadi dari pihak penggugat hadir tetapi pak Sahril sebagai tergugat belum sempat hadir karena masih dalam perjalanan dari Sofifi ke Ternate, akhirnya sidang ditunda sampai pada tanggal 13 Desember baru lanjut lagi. Tadi juga masih mediasi, kita belum masuk dalam pokok perkara,” ujarnya
Sampena mengungkapkan, sejauh ini dirnya belum memasukkan pokok-pokok jawaban dalam persidangan karena belum adanya pembacaan gugatan. Hanya saja kalau dilihat dari isi gugatannya, Sahril tidak ada sangkut paut dengan isi gugatan.
“Posisi pak Sahril yang bakal menggantikan WZI itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari DPP, bukan maunya Sahril. Keputusan DPP itu juga berdasarkan hasil sidang Mahkamah Partai terkait masalah etik, bahwa WZI harus diganti. Dari situlah kemudian partai meminta ke DPD untuk segera mengusulkan calon penggantinya. Dan kebetulan saat itu Sahril masih pada posisi Ketua DPD Gerindra Maluku Utara yang diharuskan melakukan pengusulan. Bagi kami, apa yang dilakukan Sahril sudah sesuai mekanisme partai dan tidak melanggar hukum,” pungkasnya.(Jae-1)