Ternate, Maluku Utara- Ketua Fraksi Nasdem DPRD Kota ternate Nurlaela Syarif menegaskan sangat prematur jika ada pihak yang menilai program 100 hari kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate gagal.
Hal ini disampaikan Nurlaela Syarif menanggapi pernyataan sejumlah pihak yang menilai pelaksanaan program 100 hari kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate gagal.
Itu disampaikan politisi perempuan itu saat diwawancarai Haliyora, Rabu (04/08/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, program 100 hari kerja ini tidak bisa disamakan dengan penilaian kinerja dalam Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) serta Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) dan Laporan Keuangan Hasil Audit BPK.
“Kan cara membaca dan merumuskan indikator capaian pembangunan juga berbeda. Metode penilaian dan pengukuran kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan sesungguhnya telah diatur dalam beberapa peraturan. Terkait hal yang sama digunakan oleh banyak akademisi untuk mengukur capaian kinerja pada berbagai instrumen penilaian kinerja pemerintahan,” terangnya.
Untuk itu, menurut Nurlaela, terlalu prematur, jika ada yang melakukan penilaian kinerja pada program 100 kerja pemerintahan Tuhid-Jasri gagal.
Dikatakan, program 100 hari kerja hanya konseptual. Dasar acuannya pada rumusan perencanaan, langkah awal kebijakan, rumusan regulasi, skema pembiayaan, roadmap, yang semuanya nanti ditindaklanjuti ada di dalam RPJMD sebagai dokumen dasar rencana aksi pembangunan.
“Makanya jangan kita menilai 100 hari kinerja itu sama dengan penilaian LKPJ yang rumusannya diukur berdasarkan indikator pembangunan yang bersumber dari BPS, skema kebijakan fiskal, dan progran prioritas, semua data itu dapat menggunakan peralatan analisis untuk menguji capaian indikator yang ditetapkan pemerintah sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran pada dokumen RKA 2.2.1 yang secara detail merumuskan indikator capaian kinerja yang akumulasi makronya pada Kebijakan Umum APBD. Jadi metodenya sangat berbeda dengan metode analisis yang digunakan DPRD dalam penilaian capaian kinerja pemerintah daerah bukan di 100 hari kerja,” urai Nurlaela.
Dijelaskan pula, program 100 hari kerja biasanya digunakan untuk menilai sebuah pemerintahan yang bekerja dengan meletakkan aspek perencanaan pembangunan, menderivatif kebijakan ke dalam rumusan organisasi, merumuskan model pengelolaan dengan memanfaatkan SDM, merumuskan skema anggaran berdasarkan potensi tersedia dan hal lain yg dipandang perlu.
“Kenapa butuh 100 hari kerja, karena dalam 100 hari kerja akan terlihat bagimana pemimpin itu menyusun rencana, karena di dalam rencana menentukan titik capaian pembangunan ke depan. Kami yakin pasca 100 hari kerja ini, Tauhid-Jasri sudah sangat paham kondisi dan masalah sehingga akan memaksimalkan sejumlah persoalan dalam bentuk rumusan kebijakan,” pungkasnya.(wan-1)