Ternate, Haliyora
Komnas HAM Republik Indonesia menyoroti kasus kematian Siswa Bintara Sekolah Polisi Negara dan dugaan diskriminsi Masyarakat adat (Tobelo Dalam) di Provinsi Maluku Utara.
Hal ini diungkapkan Nurjaman, Ketua Tim Pemantau dan Penyelidikan Komnas HAM RI kepada awak media, Senin malam (19/04/2921).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dua kasus di Maluku Utara jadi sorotan Komnas HAM, yaitu tentang kematian Muhammad Rian siswa sekolah polisi di Maluku Utara dan kasus dugaan diskriminasi terhadap masyarakat adat Tobelo Dalam,” ungkapnya.
Untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dua kasus tersebut, kata Nurjaman, Komnas HAM melakukan pemantauan lapangan untuk mengumpulkan informasi, data dan fakta.
Katanya, hari ini (Senin) Komnas HAM RI bertemu dengan keluarga korban, siswa kepolisian bernama Muhammad Rian yang wafat di RSUD Chasan Boesoeri, 29 November 2020 lalu.
“Kita meminta keterangan tentang kematian siswa tersebut apakah ada unsur kekesaran atau tidak yang menyebabkan dia meninggal,”jelasnya.
Khusus kasus kematian Muhamad Rian, selain meminta keterangan pihak keluarga, Komnas HAM juga akan meminta keterangan dari pihak-terkait yaitu dari Polda Malut kemudian dari Sekolah Polisi Nasional dan juga melihat kangsung TKP.
Kata Nurjaman, Komnas HAM baru mendapat informasi Kematian siswa SPM atas nama Muhammad Riyan itu pada Januari 2021.
Disebutkan, Polda Malut dan SPM sebagai terlapor atas dugaan tindak kekerasan atas kematian siswa SPM Muhammad Rian.
Sementara kasus dugaan diskriminasi suku Tobelo Dalam (Tagutil), yang juga mendapat atensi Komnas HAM terkait pembunuhan tiga warga di hutan Halmahera, pada 20 Maret 2021 lalu.
Katanya, dugaan diskriminasi suku Tobelo Dalam (Tagurul) tersebut dilaporkan oleh AMAN Malut.
“Dalam konteks pembunuhan tiga warga itu kami mencoba mencari tau apakah ada kaitannya dengan dugaan diskriminasi ras dan etnis atau tidak. Permasalahan Tobelo Dalam ini belum bisa kami simpulkan apakah ada tindakan diskrimasi atau tidak,”pungkasnya. (Alfian-1)