Ternate, Haliyora.com
Sebelum virus Corona menyebar, bisnis kuliner di Kota Ternate tergolong sangat menguntungkan, termasuk warung makan popeda. Makanan khas orang Maluku Utara yang satu ini tergolong laris. Setidaknya itu diakui NN, pemilik warung makan popeda di belakang pasar Higienis.
Katanya, sebelum wabah Corona ratusan orang makan popeda di warungnya setiap hari. “Seratus sampai dua ratus orang makan di warung ini per hari, mulai pagi hingga malam. Pemasukan lumayan. Rata-rata mencapai Rp 3.000.000 per hari,”ungkap dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tapi sejak Virus Corona mewabah di Maluku Utara, pengunjung mulai menurun drastis, bahkan kadang seharian tidak ada yang datang makan popeda. Tentu mempengaruhi pendapatan.
“Sejak ada Corona, so jarang orang datang makan popeda, malah kadang sepanjang hari tara ada yang datang makan. Dapa Rp 500.000 satu hari sudah syukur. Pada hal setiap bulan tong wajib bayar retribusi sebesar Rp 1.500.000,”keluhnya, saat berbincang dengan Haliyora.com, Senin Siang (08/06/2020).
Keluhan yang sama disampaikan Vivi (nama samaran, red), pemilik warung makan popeda di lokasi yang sama, di belakang pasar Higienis.

Warung Vivi agak besar dan lebih mentereng. Vivi mengaku bisnis kuliner berupa makanan khas Maluku Utara (baca Popeda) sangat menguntungkan. Sebab rata-rata orang Ternate suka makan popeda.
Vivi menyebut pendapatan warung popedanya mencapai Rp 5.000.000 per hari. “Tapi itu dulu, sebelum adanya Virus Corona. Di masa Corona ini dapa Rp 1.000.000 saja susah. Orang-orang so sangat kurang makan di sini,”ujarnya memelas.
Dalam kondisi seperti itu, sambung Vivi, ia harus tetap membayar tagihan retribusi Rp 3.000.000 per bulan.
NN maupun Vivi mengaku merasa tidak terbebani dengan retribusi ratusan sampai jutaan perbulan itu dalam kondisi normal seperti sebelum pandemic Covid-19. Tapi sekarang beban retribusi dirasakan sangat berat seiring dengan berkurangnya pemasukan.
Baik NN maupun Vivi punya harapan yang sama kepada pemerintah Kota ternate agar tagihan retribusi sementara ditiadakan dulu, minimal dikurangi hingga kondisi normal. Sebab kata mereka, usaha mereka terancam tutup akibat tidak mampu membayar retribusi.
“Kalau tong tara bayar retribusi tong pe usaha ini akan ditutup pemerintah dan so pasti tong tara bisa bayar sekarang ini. Pemasukan me tarada kong mau bayar pake apa. Makanya tong harap kalau boleh pemerintah tara usah tagih tong pe retribusi dulu. Tong harap dorang mangarti tong pe keadaan ini,”imbuh NN dan Vivi terpisah. (Riko)