Ternate, Haliyora.com
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ternate, Anas Konoras kembali menuai kritik. Ini terkait dengan konsisten dan validitas data yang disampaikannya.
Seperti diketahui, Anas menyampaikan bahwa ada delapan kelurahan di Kota Ternate yang ditetapkan sebagai zona merah oleh pemkot Ternate, delapan kelurahan itu akan diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Kecil (PSBK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keterangan itu disampaikan Anas secara terbuka pada konfrensi pers yang digelar pada Jumat (01/05/2020). Berita tersebut membuat warga panik, terutama warga di delapan kelurahan yang disebut zona merah.
Keesokan harinya, tepatnya Sabtu (02/05/2020), jubir penanganan Covid1-19, Anas Konoras kembali menggelar konfrensi pers untuk mengklarifikasi pernyataan sebelumnya. Kata Anas, yang dimaksudkan bukan embatasan sosial berbasis kecil karena itu tidak dikenal dalam aturan. Yang benar adalah membatasi waktu lalu lalang pada malam hari.
Sementara, delapan kelurahan yang ia sebutkan juga ada kekeliruan, dimana ada kelurahan yang tidak termasuk kategori zona merah juga ia sebut, sehingga dalam konfrensi pers itu diluruskan.
Istilah zona merah sendiri juga dihilangkan diganti dengan kelurahan yang ada pasien yang terkonfirmasi positif corona.
Keterangan juru bicara yang berubah-ubah inilah menimbulkan kebingungan warga. Tak heran jika kemudian banyak pihak menyoroti kinerja jubir bahkan mendesaknya untuk mundur.
Ketua Persedium Madopolo Karamat Ternate, Roni M Saleh menilai, Anas Konoras selaku juru bicara Gugus Tugas Covid-19 asal bicara tanpa memeiliki pijakan aturan dan data yang jelas.
“Jubir ini asal bicara. Dia bicara dengan dasar data yang tidak jelas, sehingga keterangan yang dia sampaikan menimbulkan kegaduhan. Ini menunjukkan ada perbedaan dalam tim Gugus Tugas Kota Ternate,” ujar Roni.
Kata Roni, kalau ditetapkan zona merah, mestinya pemerintah mengemukakan alasan-alasan yang tepat, apa kriterianya sehingga sebuah kelurahan atau daerah disebut zona merah. Karena harus menggunakan parameter yang jelas.
“Zona merah itu harus memiliki parameter yg jelas, ada kriterianya. Kemudian Tim Gugus Tugas harus berkordinasi dulu dengan kelurahan, mengecek berapa banyak penduduk terinfeksi virus, paling tidak ada data dan koordinasi dengan pemerintah kelurahan, tokoh masyarakat, sehingga ketika menyampaikan informasi, masyarakat tidak bertanya-tanya, bahkan panik. Ini harus dicermati, agar jubir menyampaikan informasi ke publik itu dijamin valid dan tidak beruah-ubah,” ujar Roni kepada Haliyora.com, Senin (4/05/2020). (Red)