Ibrahim Muhammad
Kepala Dinas Pendidikan Kota Ternate
131 tahun yang lalu lahir Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta tepatnya tanggal 2 Mei 1889 dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berasal dari keturunan keraton Yogyakarta. Sebagai hari kelahiran pahlawan nasional dan tokoh pendidikan Indonesia,inilah yang menjadi tonggak sejarah lahirnya Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei. Hari Nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Bila saja tidak ditengah penyebaran Covid-19, maka upacara akan nampak meriah. Penuh kebahagiaan dan suka cita. Senyum dan saling salaman semakin menghangatkan keakraban di hari raya insan tarbiyah tersebut. Jangankan memperingati hari pendidikan nasional dengan segala hiruk pikuknya, kegiatan pembelajaran juga terjadi perubahan yang sangat signifikan dari pembelajaran tatap muka guru dan siswa dialihkan melalui belajar di rumah. Bahkan ujian pun ditiadakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebijakan menerapkan pembelajaran di rumah bukanlah sebuah kebijakan yang direncanakan. Walaupun terkesan mendadak namun kebijakan ini memiliki korelasi yang kuat dengan revolusi 4.0 dimana kemajuan teknologi dan informasi sudah berkembang sangat pesat. Saat ini kita dapat melakukan aktivitas apapun melalui teknologi. Jadi tidak perlu dikhawatirkan jika beraktivitas termasuk belajar siswa didalam rumah guna mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Namun demikian kebijakan ini tidaklah mulus, masih tercatat sejumlah persoalan. Diantaranya tidak semua daerah memiliki jaringan yang bagus belum lagi strata sosial ekonomii orang tua siswa yang tidak merata sehingga terdapat siswa yang mengalami kesulitan karena kurang tersedia perangkat teknologi yang mendukung kebijakan tersebut.
Merespon imbauan menteri pendidikan dan kebudayaan agar belajar di rumah dan beririsan dengan upaya mencegah penyebaran virus corona, maka dinas pendidikan kota Ternate tidak kehilangan performancenya. Melalui kerjasama dengan shahib setia (PGRI kota Ternate merancang pembelajaran ditengah libur dalam suasana Ramadhan bekerja sama RRI melaksanakan belajar melalui RRI. Dengan bahasan khusus pendidikan agama Islam sebagai pengganti pesantren kilat bulan Ramadhan yang telah ditradisikan selama ini. Kegiatan kerjasama ini akan menjadi embrio bagi kerja sama yang berkelanjutan pada masa masa yang akan datang
Selain belajar melalui RRI, maka PGRI kota Ternate sebagai salah satu organisasi para guru dalam merespon kondisi kekinian (Covid-19) bersama Dinas Pendidikan kota Ternate membentuk Posko GURU peduli Covid-19. Dengan mengusung tiga program sporadis. Pertama, melakukan, pengawasan dan patroli dan pembinaan kepada siswa yang berada di luar rumah. Kedua, menghimpun dan menyalurkan bantuan guru kepada mereka yang berhak menerima. Ketiga mengintensifkan belajar di rumah melalui RRI yang dilaksanakan pada setiap hari senin rabu. Walau terkesan belum maksimal tapi mampu membangun komunikasi dengan siswa agar siswa tetap berada di rumah masing masing menyapa siswa melalui bahasan pendidikan agama Islam juga isyu pencegahan virus corona.
Dampak dari Dovid-19 yang melahirkan Program belajar di rumah tetap memperlihat kehebatan guru sebagai pengabdi pendidikan yang ulung. Bahkan terkandung hikmah dari belajar di rumah masa pandemi Covid-19 mengukuhkan peran guru yang sangat sentral dalam pendidikan. Hal mana pembelajaran melalui adu pandang guru dan siswa di alihkan melalui media teknologi memberikan nuansa baru pendidikan dan memberikan catatan tersendiri bagi keberadaan guru di kelas.
Namun demikian hal yang tidak dapat diabaikan adalah pendidikan tidak sekedar transformasi knowledge semata, memainkan pembentukan karakter menjadi roh dari pendidikan. Karena itu adu pandang guru di kelas menjadi instrumen yang sengat efektif bagi pembentukan karakter dikarenakan pendidikan karakter membutuhkan keteladanan. Selain itu dalam perspektif kesufian guru sebagai sumber belajar adalah mursyid, sehingga dalam mazhab ini belajar langsung antara guru dan siswa tanpa hijab akan memastikan silsilah dan mursyid guru untuk sebuah keberkahan ilmu
Hikmah belajar di rumah akibat corona bagi dunia pendidikan, akan membuka mata kita betapa berat tapi mulia tugas guru. Dari pantauan di lapangan menunjukan bahwa baru satu minggu setelah siswa dirumahkan, muncul permasalahan, antara lain:
Pertama, Keluhan siswa, tidak sedikit siswa yang mengeluh kepada guru wali kelas bahwa papa mama tidak bisa mengajar seperti ibu guru. Jangankan mengajar, menemani siswa untuk belajar saja dirasakan berat. Hal ini bukan saja karena ayah ibu tidak berlatar belakang guru,atau walaupun orang tuanya juga adalah guru, tetapi kerinduan anak akan bapak ibu gurunya di sekolah sudah tak dapat dibendung.
Mereka ingin dibina oleh gurunya di sekolah yang penuh senyum sapa dan kepandaian mengapresiasi siswa penuh kehangatan. Romantisme kelas menjemput mereka di tengah pandemic Covid-19 dimana mereka harus dirumahkan. Kedua, Keluhan orang tua. terdapat orang tua yang sadar akan keterbatasannya mendidik anak anaknya sendiri di rumah. Kewalahan mengatur irama belajar, kesulitan melakukan interaksi dalam durasi sebagaimana guru mengajar di kelas dan kesadaran akan keterbatasan skill. Ini menunjukkan bahwa tugas guru teramat berat.
Mereka harus mentransfer ilmu agar anak anak cerdas. Ditumpahkan cinta kasih buat anak didiknya walaupun anak didiknya bukan lahir dari kandungannya dan bukan darah dagingnya, namun karena keterpanggilan tugas, diabdikan dirinya untuk masa depan anak didiknya. Dengan semangat berkhidmat mereka tunaikan tugas sebagai guru. Kehangatan belajar di sekolah tak bisa ditemukan di rumah. Sementara cinta kasih orang tua dapat ditemukan di sekolah bersama bapak dan ibu gurunya.
Selamat para guru atas dedikasinya. Dan selamat hari Pendidikan Nasional tahun 2020.
Salam Dodika. Suba Jou