Haliyora.com,Ternate-Dalam Kondisi darurat Covid-19 saat ini banyak warga masyarakat kehilangan pekerjaan. Penghasilan warga menurun drastis. Sementra bulan suci ramadhan pun tiba. Masyarakat kelas menengah ke bawah butuh uluran tangan guna meringankan beban ekonomi keluarga.
Meski ada bantuan sosial dari berbagai pihak, namun itu belum cukup memenuhi kebutuhan. Olehnya, seperti biasa, momentum bulan suci Ramadhan dimanfaatkan warga masyarakat untuk mengais rupiah dengan menjual kue/makanan untuk berbuka puasa.
Sejumlah pasar di Kota Ternate dijadikan tempat para penjual kue dadakan itu untuk menggelar jualannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah Kota Ternate, dalam hal ini instasi terkait juga memanfaatkan kondisi untuk meraup pemasukan. Lapak-lapak di pasar dijual kepada para pedagang takjil yang seharusnya dibantu itu.
Diketahui, setiap lapak/meja dikenakan tarif. Para pedagang harus menyetor 500-600 ribu rupiah untuk satu lapak. Padahal belum tentu mereka bisa mendapatkan keuntungan hingga ratusan ribu dari hasil jual kue per hari.
Lagi pula, dalam kondisi Darurat Corona, pengunjung terlihat jarang datang membeli makanan untuk berbuka puasa.
Sikap Pemkot yang memungut tarif pedagang takjil itu menuai kritik pedas Presidum Madopolo Karamat Keluaraga Malamo Ternate (kapita alfiris)
Ketua Presidium Keramat Ternate, Roni M. Saleh menyebut sikap Pemkot Ternate itu telah menciderai rasa kemanusiaan.
Menurutnya, disaat kondisi darurat Covid-19 ini, Pemerintah Kota Ternate mestinya membantu meringankan beban ekonomi warganya, bukan sebaliknya membebani warga dengan pungutan-pungutan sesaat itu.
“Memberlakukan tarif sebesar 500-600 ribu/meja atau lapak itu tindakan yang menciderai rasa kemanusiaan di tengah-tengah darurat corona ini,” tulis Roni dalam keterangannya, minggu (26/04).
“Pemerintah seharusnya meringankan beban ekonomi warganya, bukan menambah beban mereka,”sambung Roni.
Roni yang juga Kapita Alfiris Kesultanan Ternate itu membeberkan, bahwa praktek-praktek semacam itu sudah lama terdengar, bukan baru sekarang dengan adanya corona ini.
Lebih miris lagi, sambung Roni, uang hasil pungutan itu tidak jelas mengalir ke mana. Apakah ke kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau masuk ke kantong pejabat sebagai Pendapatan Asli Pejabat (PAP). Ini harus diperjelas.
“Barenti sudah, kasiang masyarakat (pedagang) yg butuh Bantuan akibat covid-19. Mental-mental kolonial seperti ini jangan dipakai lagi, karena ini ngoni pe rakyat sendiri,” sembur Roni. (Red)