TERNATE, HALIYORA – Salah satu komisioner Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Masita Nawawi mendapat kritikan pedas dari sejumlah kalangan.
Kritikan terhadap komisioner Bawaslu Provinsi Maluku Utara tersebut bermula dari unggahan Masita dalam akun media sosial (FB) pribadinya.
Di akun FB nya pada Minggu, (12/01/2020) Masita mengunggah foto dirinya dengan tiga komisioner Bawaslu Halteng bersama sejumlah warga desa. Tak lupa ia menulis, “Mendampingi Kordiv PHL Bawaslu Kabupaten Halteng melakukan survei terhadap potensi permasalahan yang kemungkinan terjadi pada tahapan pemutahiran DPT Pilkada 2020 di daerah perbatasan Kabupaten Halteng dengan Kabupaten Halsel”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Status di FB ini membut dirinya menuai kritikan pedas. Bahkan, ada yang mencurigai Masita hanya beralibi untuk menghabiskan anggaran dengan dalih melakukan survei.
Dicurigai menghamburkan anggaran, Masita pun angkat bicara.
Masita mejelaskan keberadaannya di Weda dan keikutsertaannya bersama komisioner Bawaslu Halteng melakukan survei. Ia menjelaskan itu kepada Haliyora via telpon pada selasa, (14/01/2020).
Dia mengatakan, dirinya ke Weda saat itu bukan karena adanya tugas resmi sebagai komisioner Bawaslu Provinsi yang tentunya menggunakan SPPD, melainkan kunjungan untuk menghadiri acara keluarga.
“Saya ke Weda tidak menggunakan SPPD, karena bukan tugas resmi Bawaslu. Saya ke sana (Weda, red) untuk menghadiri acara kawinan ponakan saya”, terang Masita.
Terkait keterlibatan dirinya dalam survei yang dilakukan Bawaslu Halteng, ia mengaku hanya kebetulan diajak untuk mendampingi. “Kebetulan ada kesempatan dan diajak, ya saya ikut saja, itu juga pake biaya pribadi”, ujarnya kepada Haliyora.
Desa yang di kunjungi Bawaslu, kata Masita adalah Desa Sumber Sari, Kecamatan Weda Selatan, Kabupaten Halmahera Tengah yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Halmahera Selatan.
Di desa itu, sambung Masita terdapat 52 KK. Dari 52 KK tersebut, 10 KK diantaranya sudah terdaftar sebagai penduduk Halteng dibuktikan dengan Kartu Keluarga (KK) dan KTP Halteng, sementara 42 KK lainnya masih ber-KTP Halsel.
Menurut Masita, kondisi tersebut dikhawatirkan menimbulkan masalah pada saat pemutakhiran DPT jelang Pilkada 2020. Untuk itu, Bawaslu Kabupaten melakukan pengecekan langsung guna melakukan pencegahan lebih awal.
Masita mengaku, bahwa setiap pemilu di desa perbatasan itu selalu timbul masalah terkait DPT. “Saya tau persis, karena saya mantan Panwas Kabupaten Halteng”, tandasnya.
Lebih lanjut, Masita menjelaskan bahwa Kabupaten Halteng itu berbatasan langsung dengan dua Kabupaten dan satu Kota, yakni Kabupaten Halsel, Kabupaten Haltim dan Kota Tidore.
Tentunya dengan kondisi geografis Halteng seperti itu, maka sering terjadi masalah terkait DPT di daerah perbatasan. Juga dihawatirkan adanya mobilisasi penduduk saat Pilkada nanti.
Untuk itu Bawaslu harus slalu berinisiatif melakukan pencegahan. “Salah satu tugas Bawaslu-kan melakukan pencegahan, selain Pengawasan dan Penindakan”, pungkas Masita. (Red)