TERNATE — Haliyora, Sejumlah mahasiswa dari berbagai elemen menggelar aksi demonstrasi dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi dan Hari Hak Asasi Manusia, di depan guest house Pemprov Maluku Utara, Jl. Ahmad Yani, Ternate, Senin (9/12/2019).
Beberapa elemen yang bergabung dalam aksi demo tersebut antara lain, LMND Kota Ternate, SAMURAI, Sekolah Critis MU, GeMPAR, SeOPMI HALTIM, IPMB MALUT, HIPMA PATANI, HIPMA TEPELEU dan lain-lain. Mereka terhimpun dalam sebuah organisasi yang menamakan dirinya Gerakan Mahasiswa Fagogoru Halmahera atau GEMURUH.
Koordinator aksi, Abdul Rahman saat ditemui wartawan menyatakan bahwa aksi yang dilakukan adalah untuk memperingati Hari Anti Korupsi dan Hari Hak Asasi Manusia yang jatuh pada tanggal 9 dan 10 Desember.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Aksi ini untuk menyuarakan penghentian korupsi dan pemanfaatan sumber daya alam di Maluku Utara yang, menurut kami, sudah keluar jalur. Tidak lagi mengutamakan kepentingan masyarakat. Aksi juga mendesak Pemprov Malut untuk lebih memperhatikan hak asasi manusia Maluku Utara, terutama atas sumber daya alam yang kita miliki,” ujar Rahman.
Lebih jauh, Abdul Rahman menambahkan, Pemprov Malut terkesan membiarkan eksploitasi besar-besaran atas kekayaan alam di Maluku Utara, yang tidak lagi mengedepankan kepentingan mayarakat.
“Sudah menjadi catatan sejarah yang ditulis berulang-ulang, nyata, bahwa masyarakat Malut sudah terjajah sejak dulu,” tegasnya.
Provinsi Maluku Utara, jelas Rahman, memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tidak hanya rempah-rempah yang menjadi primadona jaman dahulu, namun kekayaan yang melimpah ruah juga terdapat di sektor pertambangan, perkebunan, kelautan dan perikanan.
“Olehnya itu, daerah kita sudah menjadi target bagi para penjarah kekayaan alam. Baik di jaman kolonial yaitu bangsa asing dahulu, maupun kini oleh saudara sebangsa sendiri,” lanjutnya.
Abdul Rahman menyesalkan sikap Pemprov Malut yang terkesan membiarkan hal tersebut berlangsung terus-menerus, selama beberapa tahun belakangan. “Mestinya, pemerintah daerah Maluku Utara lebih mengedepankan kepentingan masyarakat Malut dalam pengelolaan SDA. Tidak untuk kepentingan para pemodal, baik dari dalam negeri maupun bangsa asing,” tandas Rahman. “Ini sangat disesalkan.”
Abdul Rahman menggambarkan hal tersebut lewat kejadian yang dialamai oleh masyarakat Gane dan sekitarnya. “Pemprov lebih mementingkan 313 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan empat ijin perkebunan kelapa sawit, yang jelas-jelas merusak lahan milik warga. Ini menimbulkan luka bagi masyarakat Gane dan sekitarnya. Ini hanya salah satu contoh. Masih banyak yang lain.”
Untuk itu, lewat aksi demonstrasi yang dilakukan, GEMURUH meminta ketegasan sikap dari Pemprov dalam mengedepankan kepentingan masyarakat Maluku Utara.
GEMURUH lewat salah seorang oratornya dengan tegas menuntut agar Pemprov mencabut 313 IUP dan empat ijin usaha perkebunan kelapa sawit di Maluku Utara serta menghentikan aktivitas penambangan PT Weda Bay Nickel dan PT. Indonesia Weda Industrial Park (IWIP) di Halmahera, yang telah sangat mengganggu kelangsungan hidup warga suku pedalaman yang mendiami hutan Akejira.
“Kami juga mendesak agar Pemprov melakukan upaya untuk memulihkan harga kopra yang menjadi salah satu komoditi unggulan Maluku Utara. Banyak warga Malut menggantungkan hidup dari kopra, khususnya di Halmahera. Pemprov wajib memperhatikan hal ini,” pungkas Rahman. (ata)