TERNATE — Haliyora, Hari ini, tepatnya setiap tanggal 25 Nopember, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sekaligus Hari Guru Nasional.
Di tengah meriahnya perayaan HUT PGRI tersebut, ternyata di Kota Ternate masih terdapat masalah terkait keterbatasan jumlah serta penghargaan terhadap kerja dan jasa guru. Tepatnya guru honorer atau Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Hal tersebut terungkap saat awak haliyora.com mewawancarai salah seorang guru honorer yang bertugas pada sebuah SD Negeri di Kota Ternate.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Guru PTT tersebut menyampaikan keluhan terkait keterbatasan jumlah guru di sekolah tempatnya mengajar. Menurutnya, dengan sebanyak 12 kelas dan jumlah siswa kurang lebih 400 siswa, ia serta rekan-rekannya sangat merasakan adanya ketimpangan dalam menjalankan tugas mengajar dan pengawasan.
“Tenaga pengajar atau guru yang ada tidak sesuai dengan jumlah siswa di sekolah kami,” keluhnya kepada wartawan.
Selanjutnya, dengan nada mengeluh dan memelas, guru tersebut berharap kepada pihak berwenang, dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate dan Dinas Pendidikan, agar menambah tenaga guru di sekolahnya.
“Mengurus siswa dengan jumlah ratusan orang bukanlah pekerjaan yang ringan dan gampang. Apalagi, tidak semua siswa tersebut memiliki karakter yang sama. Butuh kesabaran ekstra dari seorang guru SD seperti kami menghadapi siswa yang masih di bawah umur tersebut. Jika tenaga guru ditambah, mungkin dapat sedikit meringankan beban kerja kami,” ujarnya.
Tak sampai di situ, ia juga menyampaikan keluhan terkait kesejahteraan guru honorer atau PTT. Dijelaskannya bahwa daftar upah atau honor seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan (SK) yang dipegangnya sebesar RP.700.000/bulan. Namun, kenyataan upah atau honor tersebut tidak diterimanya pada setiap bulan.
Lebih jauh, Ia mengaku, sering menerima upah atau honor tersebut setiap tiga bulan sekali. Bahkan, kadang hingga empat bulan. Kembali dengan sedikit memelas, ia berharap agar Pemkot Ternate lebih memperhatikan nasib guru honorer. Setidaknya, dengan tepat waktu dalam membayarkan upah atau honor guru PTT.
“Jadi yang tong (kami-red.) terima tiap tiga bulan sekali, bahkan tak jarang sampai empat bulan. Itupun kadang yang dibayarkan hanya honor untuk satu bulan. Ini terasa berat.Kami tidak melebih-lebihkan beban kerja kami, tapi setidaknya, pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan guru PTT. Tenaga honorer di tempat atau dinas lain tidak memikul beban kerja seberat kami,” lanjutnya.
Meski begitu, guru yang murah senyum ini mengaku tetap akan menjalankan tugasnya dengan ikhlas dan lapang dada.
“Seperti yang saya alami saat ini. Honor sejak bulan Oktober hingga Desember 2019, belum saya terima. Mungkin so bagitu (sudah begitu-red.) ketentuan pemerintah. Tapi saya ikhlas mengajar. Apapun yang menjadi ketentuan, saya tetap ikhlas menjalani tugas setiap hari. Bahkan, saya tidak pernah bosan menjalankan tugas saya sebagai seorang guru yang punya kewajiban mendidik siswa saya,” tutupnya. (rbk)