TERNATE – Haliyora.com, Biaya pembuatan dokumen Surat Pengelolaan dan Pemanfaatan Lingkungan (SPPL) Pemerintah Kota Ternate yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dinilai terlalu besar dan harus ditinjau kembali keabsahannya. Pasalnya, biaya yang dibebankan sebesar Rp. 1.100.000,- (satu juta seratus ribu rupiah) itu, tidak disetorkan ke kas daerah.
Menurut Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Kelautan DLH Kota Ternate, Yulia Sulthana, uang tersebut diberikan kepada petugas DLH yang turun melakukan verifikasi lapangan untuk meninjau dokumen SPPL yang diajukan oleh pemrakarsa usaha.
Terang Yulia, hal itu dilakukan karena, kegiatan verifikasi yang dilakukan oleh DLH dalam pengurusan SPPL, tidak dibiayai melalui APBD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Orang pergi sosialisasi di ruang ber-AC saja dibayar, lantas bagaimana dengan petugas yang turun ke lapangan. Mau pakai uang dari mana?” jelas Yulia setengah bertanya, saat ditemui di ruang kerjanya pada Rabu (16/10/2019).
Saat ditanya perihal dasar hukum, Yulia menyebut, hal tersebut mengacu pada SK Walikota No. 128 Tahun 2018.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan Demokrasi Konstitusional (PANDEKTA) Hendra Kasim, mengatakan, melihat proses perijinan, dalam hukum administrasi yang berhubungan dengan pembiayaan, bukan soal besarannya.
“Tapi soal dasar hukumnya. Pengurusan SPPL itu harusnya bukan diatur melalui SK Walikota, tapi lewat peraturan daerah (Perda). Karena ini berkaitan dengan penarikan biaya, sehingga perlu ada kontrol dari pihak DPRD,” terangnya.
Lebih jauh, Hendra menjelaskan, uang itu dapat juga diberikan kepada petugas yang turun ke lapangan, jika hal tersebut diatur dalam nomenklaturnya.
“Jika nomenklaturnya tidak mengatur demikian, maka biaya yang ditarik tersebut harus masuk ke kas daerah. Dengan demikian, maka yang dilakukan oleh DLH sudah dikategorikan pungli”, ungkap Hendra saat dihubungi haliyora.com via telepon.
Soal besaran biaya yang ditetapkan, Hendra memandang itu sangat memberatkan. “Pemerintah mestinya mendorong perekonomian melalui usaha mikro kecil menengah (UMKM), bukan malah memberatkan,” ujarnya.
Terpisah, akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unkhair, Nurdin I. Muhammad, kala dimintai pendapat menuturkan, besaran biaya itu juga harus dipertimbangkan. Jangan sampai biaya yang telalu besar berdampak pada pengembangan usaha-usaha kecil.
Selanjutnya, soal uang yang diberikan kepada petugas, menurut Nurdin, hal tersebut merupakan pungli.
“Pengurusan izin-izin seperti itu kan sistem pembayarannya sudah terintegrasi. Model pembayarannya pun sudah menggunakan pembayaran perbankan. Namun jika biaya tersebut disetorkan ke perorangan, atau ada oknum yang memungut di luar itu, berarti sudah termasuk pungli,” jelas Nurdin.
Nurdin juga menyanggah saat disinggung tentang alasan pekerjaan petugas DLH dalam memverifikasi berkas SPPL yang tidak dibiayai oleh APBD.
“Itu bukan alasan yang tepat, sebab hal itu sudah merupakan tanggungjawab dinas terkait,” pungkasnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh haliyora.com, Surat Keputusan Walikota Nomor 128 Tahun 2018 yang menjadi acuan pembiayaan (pungutan) untuk pembuatan dokumen SPPL tersebut, ditandatangani oleh Abdullah Taher, Wakil Walikota Ternate saat menjabat sebagai Plt. Walikota. (al)