Ternate, Haliyora.com
Anjloknya harga kopra yang dianggap sangat kritis serta menyusahkan para petani kelapa termasuk juga di Maluku Utara (Malut), rupanya ikut mencuri perhatian banyak kalangan termasuk juga akademisi. Menghadapi krisis harga kopra itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Mukhtar A Adam pun turut memberikan rekomendasi yang menawarkan solusi kepada pemerintah.
Sebagai pengajar perguruan tinggi yang spesifikasinya ilmu ekonomi, Ota (sapaannya) merekomendasikan tiga strategi implementasi yang cukup untuk menangkis krisis di bidang pertanian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terdiri dari strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk menstabilkan harga kopra di daerah,” kata Mochtar saat diwawancarai Haliyora.com, Kamis (22/11/18) siang.
Untuk strategi jangka pendek yang ditawarkan berupa alokasi modal dari Pemerintah Daerah pada BUMD sebagai pengumpul kopra. Lalu BUMD harus menyusun skema perdagangan antar pulau di Malut.
“Kemudian, Pemerintah Provinsi harus bisa menjalin dengan Pemerintah Jawa Timur untuk memfasilitasi produk-produk hasil petani kopra ke industri. Pemda juga harus menyusun jaringan pemasaran dan logistik dari BUMDes, BUMD dan industri yang saling interkoneksi dalam tata niaga kopra. Terakhir, Pemda perlu menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang penyertaan modal untuk pembelian hasil-hasil perkebunan kelapa,” bebernya.
[artikel number=5, tag=”kopra” ]
Sementara, Lanjut Mochtar untuk strategi jangka menengah yakni Pemda harus memprioritaskan industri hilir yang membutuhkan teknologi rendah dan dapat dilaksanakan dengan kondisi infrastruktur meski terbatas. Lalu memproduksi barang antar (produk turunan dasar) untuk inputan industri lanjutan yang juga dapat dipasok ke industri terdekat.
“Selanjutnya menjalin kerjasama dengan wilayah yang lebih maju terkait dengan advokasi di sektor perkebunan dan perikanan. Mengembangkan skema one village one product (OVOP) atau satu desa satu produk, dalam hal ini BUMDes dengan mengoptimalkan pemanfaatan dana desa untuk menguatkan skala ekonomi produk kelapa dan perikanan. Serta, memanfaatkan UMKM yang sudah berkembang di Malut sebagai inti plasma dan dikelola melalui koperasi atau kelompok usaha yang mana berperan sebagai manjamen dan pemasar,” ucapnya gamblang.
Sedangkan untuk strategi jangka panjang ditawarkan yakni peningkatan ketersediaan dan kualitas infrstruktur dasar (jalan raya, perhubungan, listrik dan telekomunikasi). Termasuk penyediaan sekolah vokasi untuk peningkatan mutu SDM, yang lebih mumpuni melakukan upscaling industri di masa selanjutnya.
“Lalu Menciptakan economic of scale untuk komoditas perikanan dan kelapa melalui peremajaan tanaman kelapa, perbaikan kondisi ekosistem laut, pengadaan armada tangkap dan penguatan keterampilan petani dan nelayan,” paparnya.
Baginya, rekomendasi ini ditawarkan karena kelapa merupakan tree of life (pohon kehidupan)nya petani di Maluku Utara, dan juga memiliki banyak manfaat lainnya, seperti tepung kelapa. Lanjut Mokhtar, faktor yang diduga mempengaruhi tingkat kemiskinan di Malut pada periode September 2017 sampai dengan Maret 2018, dipengaruhi oleh kenaikan indeks harga konsumen sebesar 2,39 persen yang diikuti dengan menurunnya nilai tukar petani pada periode Oktober 2018
“Sub sektor tanaman perkebunan rakyat pun mengalami penurunan sebesar 1, 15 persen dibanding dengan NTPR bulan september 2018 yang disebabkan indeks harga yang diterima petani mengalami penurunan sebesar 0,85 persen. Sementara indeks yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,31 persen. Menerunnya indeks harga yng diterima petani rata-rata sebesar 0,85 persen utamanya pada tanaman kelapa,” tutupnya. (fir)